Jakarta (ANTARA) - Negara-negara di Asia mulai kembali mengoperasikan bisnis dan menyusun strategi agar bisa mendorong perekonomian di tengah pandemi COVID-19.

Friedhelm Best selaku Vice President Asia Pacific HIMA, perusahaan penyedia solusi otomasi cerdas, mengatakan bahwa saat ini kebersihan dan kesehatan kerja adalah prioritas utama pada semua bisnis demi melindungi keselamatan pekerja dan juga pelanggan.

Friedhelm menjabarkan tiga hal yang diperlukan untuk modernisasi fasilitas industri demi kemajuan bisnis dan menangkap peluang industri digital di tengah pandemi.

"Ketika pekerja kembali bekerja di fasilitas industri, kegiatan rutin seperti merencanakan sistem modernisasi, yang kemungkinan ditunda karena pandemi, menunggu untuk dapat dikerjakan lagi," tulis Friedhelm dalam siaran pers, Jumat (25/9) malam.

"Kegiatan itu membutuhkan pertimbangan yang sangat teliti, apalagi bila standar proses industri yang wajib, seperti kemacetan produksi, dan permintaan konsumen sudah terlibat," lanjut Friedhelm.

Sesuai Standar

Pertama, standar keselamatan yang sesuai merupakan hal yang selalu dipertimbangkan pada sebuah pabrik, jadi bukan hanya ketika mempertimbangkan modernisasi atau modifikasi SIS (Safety Instrumented System) saja.

Baca juga: Kominfo dukung perempuan di industri teknologi lewat Girls4tech

Baca juga: OJK: "Fintech" berperan akselerasi pemulihan ekonomi

"Sistem keselamatan yang baik dan sesuai dengan standarnya dapat memberikan kepastian hukum jika terjadi kasus pada ruang kerja. Selain itu, sistem keselamatan tersebut juga berfungsi sebagai pedoman praktik industri yang baik," kata dia.

Perangkat keselamatan teknis IEC 61511 Edisi Ke-2 mengharuskan diadakannya penilaian risiko keselamatan dan keamanan secara berkala, memantau staf memenuhi syarat kerja di pabrik, lalu penilaian rutin wajib untuk memperbarui kualifikasi dan keamanan siber, supaya dapat mengidentifikasi kerentanan keamanan pabrik.

"Hal tersebut akan mampu mengungkapkan kekurangan pada sistem, sehingga akhirnya bisa mengetahui di mana modernisasi itu dapat diterapkan," kata Friedhelm.

Ia menambahkan, saat merencanakan modernisasi atau modifikasi SIS, perusahaan harus memastikan perangkat keras atau perangkat lunak yang ada mematuhi standar yang berlaku.

Jika diketahui ada kejanggalan namun sistem tetap dipasang, lanjut dia, izin operasi pabrik dapat terpengaruh dan hukuman pun dapat dikenakan.

Ketika ada teknologi baru seperti sistem keamanan terprogram diperkenalkan, risiko baru mungkin akan bermunculan. Untuk itu, penting sekali memastikan apakah tingkat risiko tersebut berubah karena pergantian sistem yang baru.

HIMA merekomendasikan penggunaan sistem bersertifikasi "SIL 3" untuk mengganti dan menerapkan prosedur sistem sesuai dengan "IEC 61511". Ini memastikan agar spesifikasinya sesuai sebagaimana mestinya, dan pengujian peralatan yang diganti dapat dilakukan secara langsung.

Hindari "down time" yang lama

Pada modernisasi di bidang apa pun, downtime (penghentian tiba-tiba alat produksi karena kerusakan atau maintenance) akan selalu muncul. Pada industri berskala besar dengan teknologi yang semakin maju, maka semakin lama juga downtime-nya.

"Kami menyarankan untuk selalu punya rencana jangka panjang, menggunakan alat tambahan yang kompatibel, dan menyiapkan downtime secara berhati-hati," kata dia.

Baca juga: OJK jelaskan tantangan industri kembangkan teknologi asuransi

Baca juga: Kemenperin pacu industri makanan dan minuman terapkan teknologi 4.0

Untuk meminimalisasi downtime, operator harus memastikan bahwa teknologinya sudah ter-update dengan versi yang paling mutakhir, karena versi yang baru selalu mencakup perbaikan pada bug (error pada sistem) dan peningkatan pada sistem keamanan pun yang sudah diperkuat.

"Alat dari HIMA dan versi baru dari sistem operasi kami dapat diimplementasikan tanpa harus menghentikan produksi. Jika Anda menggunakan sistem yang saling terhubung, solusi dari kami ini memungkinkan Anda untuk dapat menggantinya kapan saja, sistem yang lama juga dapat langsung terintegrasi dengan baik dan aman dengan yang baru," tambah Friedhelm.

Tenaga ahli tepat

Modernisasi membutuhkan para ahli karena banyak hal yang harus dipikirkan untuk memastikan proses produksi berjalan lancar dan efisien.

"Misalnya, dimulai dengan SIS itu sendiri: apakah pemeriksaan berkala bisa memberitahu perangkat mana yang masih bisa digunakan? Apakah Anda tahu sudah berapa lama alat-alat tersebut digunakan? Apa persyaratan penting dan langkah awal untuk menjalankan hal tersebut? Jika Anda kesulitan menjawab semua pertanyaan di atas, maka carilah bantuan seorang ahli," kata Friedhelm.

Menemukan ahli yang dapat membantu proses transisi dengan lancar dan kompatibel dapat membantu meminimalisir munculnya downtime.

Friedhelm juga berpesan kepada perusahaan agar menggelar kursus dan pelatihan untuk produksi yang futuristik dan modern secara berkala, bukan hanya karena dorongan dari pandemi COVID-19.

"Pandemi COVID-19 sebenarnya hanya menjadi faktor perangsang terjadinya perubahan," kata dia.

Pelatihan yang futuristik dan modern akan memudahkan perusahaan saat memulai atau menjalankan proses modernisasi apa pun.

"Simpan dan kumpulkan semua dokumen dan data yang berkaitan dengan sistem Anda dan kembangkan strategi jitu dan sesuai untuk mencapai tujuan besar Anda," tutup Friedhelm.

Baca juga: Kemenperin: Teknologi AI dongkrak produktivitas industri

Baca juga: Gojek tunjuk tokoh senior industri teknologi sebagai CTO

Baca juga: Pemanfaatan teknologi cloud masih minim di Indonesia, ini sebabnya

Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020