Semarang (ANTARA News) - Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berlaku saat ini perlu segera diperbarui karena di dalamnya banyak ketidakjelasan aturan.

Akibatnya dapat merugikan hak-hak tersangka, korban maupun saksi baik selama dalam penanganan pihak kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan, kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Siti Rahma Mary Herawati, di Semarang, Minggu.

"Pembaruan KUHAP ini juga dimaksudkan agar pelaksanaan sistem peradilan pidana lebih sesuai dengan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia dan untuk menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan selama proses penegakan hukum," tambahnya.

Ia menjelaskan, ada sekitar puluhan hal dalam KUHAP yang dinilai masih rancu diantaranya adalah mengenai jangka waktu penanganan suatu perkara penyelidikan.

"Seharusnya ada batasan waktu yang jelas selama proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga persidangan suatu perkara," ujarnya.

Menurut dia, hal tersebut harus ada kejelasan terutama dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi karena sering dijumpai berkas perkara yang bolak-balik dari polisi ke jaksa.

"Batas waktu suatu berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) itu harus jelas," katanya.

Selain itu, katanya, akses informasi antara jaksa dengan korban juga harus terus ada selama proses penegakan hukum karena yang terjadi saat ini adalah komunikasi keduanya terputus saat perkara mulai masuk ke persidangan.

Dia menambahkan, adanya penundaan sidang suatu perkara hingga berkali-kali juga dinilai merugikan terdakwa, korban maupun sejumlah saksi dalam persidangan.

"Oleh karena itu, Rancangan Undang-undang (RUU) pembaruan KUHAP yang saat ini sedang dalam pembahasan harus segera disahkan oleh pemerintah karena permasalahan dalam penegakan hukum banyak terganjal KUHAP," ujar Rahma.(WSN/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010