"Tanpa adanya orientasi yang jelas, alih-alih memberantas mafia hukum, Satgas justru rentan dijadikan alat kekuasaan untuk memberikan tekanan kepada lawan-lawan politiknya," kata Juru Bicara SPR Habiburokhman, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu malam.
Dia melihat Satgas kesulitan membuang kesan politis dalam tugasnya mengungkap sejumlah kasus pengemplangan pajak karena banyak yang mengaitkan hal itu dengan Pansus Century.
Ia mengingatkan, Satgas dibentuk di tengah merebaknya berbagai kasus ketidakadilan yang terjadi dalam proses hukum seperti kasus Bibit-Chandra, Prita Mulyasari, dan Nenek Minah.
Masyarakat, lanjutnya, mengharapkan Satgas bisa membongkar konspirasi busuk untuk memperjualbelikan keadilan di balik proses hukum yang berjalan.
"Namun yang kita lihat, nyaris tidak ada tindakan Satgas Mafia hukum yang mengarah kepada pengungkapan dan penindakan konspirasi busuk yang melatarbelakangi terjadinya ketidakadilan dalam proses hukum," kata Habiburokhman.
Dia melanjutkan, Satgas justru terjebak aksi heroik seperti melakukan penggerebekan di LP Pondok Bambu, Jakarta Timur, tempat ditahannya Artalyta Suryani.
Selain itu, lanjutnya, Satgas yang mengusut kasus pengemplangan pajak Asian Agri dinilai tidak jelas nuansa keterlibatan mafia hukum, kecuali dalam hal lamanya proses hukum oleh aparat terkait.
SPR mendesak Satgas melakukan terobosan pengungkapkan kasus yang melibatkan mafia hukum.
"Sedikit dramatisasi seperti penggerebekan transaksi mafia hukum sebenarnya tidak haram untuk dilakukan, asal ditindaklanjuti dengan penyelesaian hukum yang sistematis," katanya. (*)
M040/E001/AR09
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010