Jakarta (ANTARA) - Sub Direktorat Kejahatan dan Kekerasan (Subdit Jatanras) pada Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya melakukan rekonstruksi kasus klinik aborsi ilegal yang beralamat di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat.
"Hari ini kita akan melakukan rekonstruksi adanya kasus aborsi ilegal yang kemarin sudah berhasil diungkap dengan 10 tersangka," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Yusri Yunus di Mako Polda Metro Jaya, Jumat.
Yusri mengatakan, Kepolisian menghadirkan ke-10 tersangka dalam proses rekonstruksi tersebut, untuk secara langsung memeragakan peran mereka masing-masing, mulai dari tahap perencanaan hingga tindakan dan pasca tindakan aborsi.
"Sepuluh tersangka akan melakukan rekonstruksi," katanya.
Yusri mengatakan, rekonstruksi ini digelar untuk memperjelas dan memperagakan apa yang telah dituangkan para tersangka dalam berita acara pemeriksaan.
"Langsung di tempat klinik ilegal itu. Untuk bisa memperjelas lagi dan membuat terang perkara ini karena 10 tersangka tersebut telah dilakukan berita acara pemeriksaan," ujarnya.
Baca juga: Klinik ilegal di Jakarta Pusat sudah gugurkan 32.760 janin
Baca juga: Gerebek klinik ilegal, pelaku aborsi jadi tersangka
Polda Metro Jaya menggerebek sebuah klinik aborsi ilegal yang beralamat di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat, Rabu (9/9).
Dalam penggerebekan tersebut, polisi telah mengamankan 10 orang yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka atas perannya masing-masing.
Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang resah dengan keberadaan klinik ilegal tersebut.
Klinik tersebut sebenarnya sudah sejak beberapa tahun lalu. Namun sempat tutup beberapa tahun, kemudian buka kembali sebelum akhirnya digerebek oleh polisi.
"Klinik ini sudah bekerja sejak 2017, ini pun sebelumnya pada tahun 2002—2004, juga pernah buka klinik tersebut dan sempat tutup, pada tahun 2017, buka lagi sampai sekarang ini," kata Yusri.
Atas perbuatannya para tersangka dikenai Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 Ayat (1) KUHP dan/atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020