Kasus itu terkait dugaan korupsi dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) senilai Rp23 miliar.
"Kasusnya masih dikaji oleh pidsus (Pidana Khusus Kejagung)," kata Jaksa Agung Hendarman Supandji di Jakarta, Jumat.
Kejagung sejak Juni 2009 menyatakan bahwa berkas perkara Gubernur Bengkulu tersebut akan dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat pada awal Juli 2009, namun sampai sekarang sidangnya belum digelar.
Sementara itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu pada akhir September 2009 menyatakan sidang Gubernur Bengkulu tersebut masih menunggu penyusunan surat dakwaan oleh jaksa utama di Kejagung.
Hendarman menyatakan ada dua kasus yang dituduhkan kepada Gubernur Bengkulu tersebut, yakni, pemalsuan tanda tangan gubernur dan kerugian negara.
"Untuk pemalsuannya sudah bebas. Saat ini masih dalam kajian," katanya.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy, menyatakan, Kejagung tetap akan memroses kasus hukum Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamuddin, terkait dugaan korupsi dana bagi hasil PBB senilai Rp23 miliar.
"Tidak ada itu SP3 (Surat Perintah Penghentian Penuntutan)," katanya.
Dalam kasus tersebut, Kejati Bengkulu sudah menetapkan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Bengkulu, Chairuddin, sebagai tersangka dugaan korupsi pajak bagi hasil senilai Rp21,3 miliar.
Kemudian, Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu sudah memutus hukuman satu tahun penjara bagi Chaerudin. Pada tingkat banding, putusan itu diperberat enam bulan.
Kasus korupsi itu terungkap setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) regional Palembang melakukan audit terhadap APBD Provinsi Bengkulu 2006.
Dalam audit tersebut ditemukan adanya dana bagi hasil pajak sebesar Rp21,3 miliar dari total Rp25 miliar tidak jelas penggunaannya. Dana tersebut seharusnya dibagikan untuk provinsi dan kabupaten/kota di Bengkulu.
(T.R021/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010