Dari total 37 Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas, pemerintah dan DPR RI baru berhasil melahirkan satu undang-undang. Hal itu juga RUU yang diusulkan oleh DPR RI. Sedangkan dari 15 RUU yang diusulkan pemerintah, belum ada satu pun RUU pecah telur
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM Benny Riyanto mengatakan bahwa hasil evaluasi capaian program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 jauh dari harapan.
"Dari total 37 Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas, pemerintah dan DPR RI baru berhasil melahirkan satu undang-undang. Hal itu juga RUU yang diusulkan oleh DPR RI. Sedangkan dari 15 RUU yang diusulkan pemerintah, belum ada satu pun RUU pecah telur menjadi Undang-Undang," ujar Benny.
Hal itu disampaikannya saat memimpin Rapat Antar Kementerian (RAK) Penyusunan Prolegnas Prioritas 2021 yang digelar virtual di Aula lantai 4 gedung BPHN, Jakarta Timur, Kamis.
Baca juga: Puan sebut DPR baru selesaikan 6 RUU dari 248 RUU Prolegnas
Baca juga: F-PKS dukung revisi UU Penyiaran masuk Prolegnas 2021
"Ini menunjukkan kita (pemerintah) nafsu besar, tenaga kurang. Kita harus benar-benar selektif dalam penyusunan prolegnas prioritas tahunan 2021 nanti,” kata Benny.
Diketahui, sebelumnya pemerintah dan DPR sepakat mengusulkan 50 RUU prolegnas prioritas 2020. Namun, lantaran pandemi COVID-19, pemerintah dan DP sepakat menghapus sebanyak 16 RUU, tetapi menambah tiga usulan RUU baru dan mengganti dua RUU dari daftar.
Memasuki bulan September, baru satu RUU yang berhasil ditelurkan menjadi Undang-Undang, yakni UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Berdasarkan laporan Badan Legislasi (Baleg) DPR saat rapat paripurna perubahan prolegnas 2020, kata Benny, disebutkan bahwa apabila terdapat RUU yang tidak selesai dibahas dalam dua kali masa persidangan, Baleg DPR RI, pemerintah, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) akan mengevaluasi RUU tersebut sehingga berpeluang dihapus dari daftar prolegnas.
Sebagai informasi, dari 15 RUU yang diusulkan pemerintah, enam RUU atau 40 persen dalam proses pembahasan di DPR, empat RUU atau 25 persen dalam proses permohonan surat presiden (surpres), dan lima RUU atau 35 persen dalam proses penyusunan di internal pemerintah.
“Evaluasi prolegnas prioritas 2020 perlu menjadi perhatian dan dicermati bersama,” kata Benny.
Lebih lanjut, terkait strategi penyusunan prolegnas prioritas 2021, Benny mengusulkan sejumlah upaya. Pertama, mengusulkan kembali RUU yang belum selesai di tahun 2020.
Kedua, memperhatikan tingkat kesiapan RUU baru yang diusulkan sesuai skala prioritas penyelenggaraan pemerintahan.
Adapun kesiapan yang dimaksud berupa kesiapan naskah akademik, surat keterangan selesai penyelarasan naskah akademik, draf RUU, surat keterangan selesai rapat panitia antarkementerian (PAK), dan surat keterangan selesai harmonisasi.
Ketiga, memperhatikan beban komisi. Benny mengatakan RUU baru yang akan diusulkan harus memperhatikan beban kerja di komisi-komisi DPR.
Upaya keempat yakni hasil pemantauan dan peninjauan. Benny menyebut bahwa ini adalah tahapan baru dalam perubahan UU Nomor 12 Tahun 2011 terkait dengan hasil analisis dan evaluasi regulasi berupa rekomendasi perubahan atau pencabutan undang-undang.
“Ini sebagai proyeksi kalau kita mau ajukan prolegnas prioritas di tahun 2021,” kata Benny.
Baca juga: F-PKB buka komunikasi fraksi lain tuntaskan RUU P-KS
Baca juga: Anggota DPR minta RUU Perkoperasian segera direvisi
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020