Hal ini dikatakan Kepala Inspektorat Sulbar, Drs Munarfa Atjo, SH, MM di Mamuju, Kamis.
Menurutnya, persoalan paling krusial yang dihadapi selama dua tahun terakhir selaku institusi pengawasan internal pemerintah daerah di Sulbar adalah minimnya anggaran sehingga berdampak banyaknya persoalan yang belum berjalan secara maksimal.
"Selama ini, sejumlah keluhan yang masuk di Inspektorat, baik secara langsung maupun melalui media massa, namun, kami terbentur ketersediaan dana operasional pemeriksaan khusus atau investigatif," tuturnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, mestinya para anggota DPRD Sulbar saat pembahasan APBD, agar realistis dan mampu memahami persoalan yang dibutuhkan inspektorat selaku institusi pengawasan internal pemerintah daerah.
"Jika harus mengacu pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri nomor 700-462 tahun 2007, tentang kebijakan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah tahun 2008, maka semestinya masing-masing pemerintah daerah mengalokasikan minimal 1 persen dari APBD," jelasnya.
Namun, kata dia, acuan edaran menteri dalam negeri tersebut tidak berlaku di Sulbar yang hanya menyediakan sekira 0,6 persen dari total APBD Sulbar.
"Pemberian alokasi masing-masing SKPD dari total APBD tersebut untuk meningkatkan kinerja pengawasan yang akan dilakukan di daerah, meski begitu, kami dari Inspektorat tetap bekerja lebih giat untuk mengoptimalkan pengawasan tanpa harus tergantung besarnya alokasi anggaran yang ada," ucapnya. (ACO/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010