"Pengaturan konten media internet dan adanya kewajiban memonitor dan membatasi penyelenggaraan multimedia itu, jelas menabrak KUHP dan beberapa undang-undang (UU) fungsional," ujar mantan Ketua Komisi I DPR RI ini kepada ANTARA, di Jakarta, Kamis.
Selain bertentangan dengan Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers, menurutnya, Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tersebut bertentangan dengan isi, semangat dan ketentuan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronika (ITE).
"UU ini kan mengatur pengelolaannya dari sebuah multimedia serta memberi rambu-rambu tentang penyalahgunaan media internet itu. Sedangkan untuk kepentingan-kepentingan yang melanggar undang-undang, dijerat dengan KUHP, serta acuannya di UU fungsional lainnya," katanya.
Sedangkan mengenai konten multi media, demikian Theo Sambuaga, itu diatur atau mengacu kepada UU Nomor 40 Tahun 1999.
"Lebih dari itu, menyangkut konten penyiaran, itu mengacu kepada UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran," ujarnya.
Sama Dengan Sensor
Theo Sambuaga berpendapat, kalau dilihat pada RPM ini, bisa saja kewajiban memantau dan mengatur tentang konten itu sama dengan sensor yang kini tidak dibenarkan lagi.
"Jelas ini mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan kebebasan pers. Sebab, kewajiban itu pasti diikuti dengan sanksi, sebagaimana tentu diatur dalam RPM itu. Dan ini sama saja dengan pemberangusan atau breidel," katanya.
Kalau ada berita-berita dalam multimedia yang bersifat individual dan kontennya melanggar (pornografi, fitnah, pemerasan atau mengganggu privaci seseorang, termasuk perjudian maupun terorisme), menurut Theo Sambuaga, itu semua merupakan pelanggaran terhadap UU.
"Dan kalau sudah begitu, dapat dijerat dengan UU yang ada termasuk KUHP, serta UU fungsional lainnya yang saya katakan tadi. Jadi apabila ada pengguna yang memanfaatkan multimedia untuk hal-hal itu, sepert fitnah, hina, judi, pornografi, teroris, dll, itu semua adalah pelanggaran hukum. Itu semua dapat dituntut berdasar KUHP, KUHAP, maupun UU fungsional tersebut," tandasnya.
Bahayakan Kebebasan Pers
Sebelumnya, Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI, Tjahjo Kumolo, secara terpisah, menyatakan, pihaknya menilai RPM Kominfo mengenai konten multi media dapat membahayakan kebebasan pers.
"Sebab, banyak pasal yang bertentangan dengan Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," ungkap anggota Komisi I (bidang Informasi dan Komunikasi) ini.
Dalam rancangan itu, menurutnya, intinya melarang penyelenggara internet (provider) untuk mendistribusikan `konten` (berita) yang dianggap ilegal (pasal tujuh hingga 13).
"Selain itu, mewajibkan memblokade serta menjaring semua konten yang dianggap ilegal dan pembentukan tim konten sebagai lembaga sensor," ungkapnya lagi.
Semua ketentuan ini, demikian Tjahjo Kumolo, jelas bertentangan dengan Undang Undang Pers, sebagaimana diatur pada pasal (4) yang mengatakan: "terhadap pers tidak dikenakan sensor, breidel dan larangan penyiaran...".(M036/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010