Dosen itu dikejar-kejar indikatornya adalah publikasi di jurnalJakarta (ANTARA) - Komunikasi sains penting dilakukan untuk menyampaikan hasil penelitian yang sudah dilakukan baik kepada masyarakat maupun pengambil kebijakan, kata Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. dr. Adi Utarini.
"Saya pikir mungkin di Indonesia komunikasi sains itu belum dianggap sepenting publikasi di jurnal internasional. Dosen itu dikejar-kejar indikatornya adalah publikasi di jurnal," kata Adi Utarini dalam diskusi virtual tentang pentingnya komunikasi sains dalam mendorong kebijakan berbasis bukti, dipantau dari Jakarta pada Kamis.
Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM itu, sistem saat ini belum mengapresiasi bahwa komunikasi sains dengan cara populer atau dapat dicerna dengan mudah masyarakat itu penting.
Karena itu dunia sains perlu program yang sistematik di lembaga pendidikan, lembaga riset dan kementerian yang tidak hanya mendorong ilmuwan menulis di jurnal tapi juga di media lain misalnya policy brief.
Baca juga: Tradisi penulisan ilmiah di Tanah Air harus didorong
Baca juga: UMY latih pengelola jurnal ilmiah operasikan OJS
Untuk membantu proses komunikasi sains, ilmuwan bisa mengidentifikasi pemangku kepentingan yang terkait dengan penelitian. Dengan cara itu, ilmuwan bisa menyusun strategi masing-masing untuk menghadapi berbagai pemangku kepentingan tersebut.
Identifikasi itu, menurut dia, adalah komponen yang masih belum terlalu mendapatkan perhatian di kalangan ilmuwan Indonesia.
Dalam pengalamannya, Prof. Utarini belum pernah diminta ikut pelatihan media tapi dia melihat kebutuhan semakin besar untuk hal itu. Ada kemungkinan, menulis di koran atau media lain akan menjadi penting bagi ilmuwan selain menerbitkan hasil penelitian di jurnal.
"Mungkin untuk riset-riset strategis, berjangka panjang, dan hasilnya punya nilai potensial impact yang tinggi di masyarakat barangkali ketika membuat tim tidak hanya memikirkan tim yang terkait sains itu sendiri, tapi di suatu titik kita juga perlu tim yang membuat komunikasi sainsnya lebih kuat," ujarnya.
Baca juga: Ilmuwan Muda Indonesia tak ingin sains dianaktirikan
Baca juga: Ilmuwan Amerika Serikat ciptakan otak robot
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020