Palembang (ANTARA) - Tim peneliti benda cagar budaya Balitbang Kemenhan RI mendorong revitalisasi Komplek Benteng Kuto Besak yang gagal terealisasi pada 2017 dilanjutkan kembali agar pemanfaatannya sebagai aset wisata sejarah terbuka lebar.

Peneliti Ahli Muda Balitbang Kemenhan Ri, Gerald Theodorus L. Toruan, Kamis, mengatakan telah merekomendasikan Pemkot Palembang untuk melanjutkan revitalisasi komplek Benteng Kuto Besak (BKB) meski sampai saat ini fungsinya masih digunakan sebagai Kantor Kesdam II Sriwijaya dan RS AK Gani.

Sebab inisiator gabungan antara Kodam II Sriwijaya, Pemprov Sumsel dan Pemkot Palembang yang pernah dibentuk pada 2017 memang dirasa sulit dari sisi birokrasi untuk merealisasikannya.

"Kami merekomendasikan revitalisasi dilanjutkan tapi inisiatornya Pemkot Palembang," ujarnya saat menemui Sultan Mahmud Badaruddin IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Prabu Diradja.

Baca juga: Perbaikan Benteng Kuto Besak butuh Rp6 miliar

Theodorus yang menjadi ketua penelitian strategi revitalisasi benda cagar budaya pertahanan perspektif defence heritage menyebut diperlukan political will yang kuat agar revitalisasi BKB dapat terwujud dan bisa dibuka untuk umum.

Menurut dia Komplek BKB sama uniknya dengan Sungai Musi dan Jembatan Ampera sebagai ikon Kota Palembang, sehingga potensial dijadikan destinasi wisata karena selama ini masyarakat hanya bisa menikmati pelatarannya.

Namun pemanfaatannya sebagai aset wisata tidak bisa dirasakan langsung, kata dia, diperlukan waktu hingga 10 tahun untuk BKB dikenal luas dan mendatangkan turis-turis mancanegara, tapi dengan catatan bahwa revitalisasi diselesaikan secepat mungkin.

"Dari sisi wisata, BKB ini bisa jadi investasi jangka panjang, mungkin kepala daerah 20 tahun mendatang yang akan menikmatinya," jelas Theo.

Baca juga: Amankan Benteng Anna dari erosi, Mukomuko ajukan bantuan pusat

Sementara penulis disertasi pertama defense heritage Universitas Pertahanan, Jeanne Francoise, mengatakan BKB punya keunikan dibandingkan benteng lain di Indonesia, yakni sebagai satu-satunya benteng yang dibangun oleh orang lokal, bukan oleh kolonial penjajah seperti Portugis atau Belanda.

"BKB juga mengalami tiga peralihan fungsi yaitu sebagai istana kesultanan, benteng pertahanan, dan kini rumah sakit, kondisi ini tidak ditemukan pada benteng lain," kata Jeanne.

Fakta-fakta tersebut dapat dibangun menjadi narasi yang menarik untuk mendatangkan wisatawan, namun yang terpenting menurut Jeanne bahwa Pemkot Palembang harus menaruh perhatiannya lebih dulu terkait rencana revitalisasi BKB.

Terkait rekomendasi keberlanjutan revitalisasi, Theo dan Jeanne mengaku sudah menemui Pemkot Palembang, Kodam II Sriwijaya, arkeolog, akademisi, budayawan dan pewaris Kesultanan Palembang untuk melihat peluangnya.

Theo dan Jeanne saat menemui Sultan Mahmud Badaruddin IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Prabu Diradja terkait revitalisasi BKB Palembang, Kamis (24/9) (ANTARA/Aziz Munajar/20)

Menurut Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Prabu Diraja, peluang revitalisasi BKB sangat terbuka lebar jika semua para pemangku kepentingan mau mengambil jalan tengah dan mementingkan aspek kebudayaan.

"Saya pikir tidak perlu ada tukar guling wilayah karena prosesnya memang rumit, tidak apa-apa BKB tetap menjadi milik TNI tetapi TNI juga bersedia membuka sebagiannya untuk umum, yang penting ada pemanfaatannya untuk masyarakat," kata SMB IV.

Ia menjelaskan BKB pada awalnya dibangun oleh SMB I dengan nama Keraton Kuto Besak pada 1780 sebagai lambang supremasi Kesultanan Palembang Darussalam, namun pada 1812 sempat direbut oleh Inggris namun dikuasai Belanda pada 1821 sampai kemerdekaan Indonesia.

"Kami siap bersinergi dan berharap jikalau bisa BKB direvitalisasi seperti dulu lagi," kata SMB IV menambahkan.

Baca juga: Moeldoko dukung revitalisasi Benteng Victoria
Baca juga: Revitalisasi Benteng Victoria, Kemenhan-Pemkot Ambon jalin kerja sama
Baca juga: Benteng Kedung Cowek Surabaya ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya

Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020