Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama Polmark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah, mengaku tidak ingin terjerat kasus hukum karena mendirikan lembaga konsultan politik Polmark Indonesia, untuk itu ia mengundurkan diri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Universitas Indonesia.
"Saya tak boleh terjerat kendala hukum dan etika. Karena itu saya perlu waktu berfikir lama. Saya harus tinggalkan dunia mengajar," kata Dirut Polmark Indonesia saat peluncuran lembaga konsultan politik tersebut di Jakarta, Rabu malam.
Menurut Eep, meski belum tentu menimbulkan komplikasi hukum namun sejak awal harus sudah dalam posisi yang jelas.
"Saya tinggalkan status saya sebagai PNS dan keluar dari dunia mengajar di UI," katanya.
Selain alasan tersebut Eep juga tidak ingin latah dengan orang lain yang ramai-ramai mendirikan konsultan politik. Ia menjelaskan dirinya tak ingin hanya sekedar menjadi boneka orang yang membayarnya.
"Saya tak ingin jadi seseorang yang membuat lembaga polling politik tetapi sebenarnya saya hanya boneka. Hanya disuruh orang yang membayar. Hanya pion untuk memenangkan orang itu," kata Eep.
Menurut Eep, demokrasi di Indonesia saat ini sudah cukup ramai. Saat ini setidaknya ada 524 pemilu kepala daerah (pemilukada) ditambah lima pemilu lain selama lima tahun.
"Jadi setiap minggu ada tiga kali pemilihan," kata Eep.
Menurut Eep, hal ini menimbulkan peluang untuk komersialisasi demokrasi. Karena itu demokrasi di Indonesia menjadi mahal.
"Kami tak hanya memenangkan seseorang. Kami menawarkan kerja sama dalam pemilukada atau pemilu. Sangat banyak orang membantu seseorang untuk menang tapi sedikit yang menemani saat mengalami masa-masa sulit. Kami tawarkan pendampingan," kata Eep.
Dalam acara tersebut juga dilakukan dialog dan diskusi dengan mantan Wapres Jusuf Kalla dan Amien Rais. (J004/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010