Pontianak (ANTARA News) - Guru Besar Kimia Agroindustri Universitas Tanjungpura, Prof Dr Thamrin Usman DEA mengatakan, penggunaan "sludge oil" sebagai produk sampingan atau limbah dari proses ekstrasi minyak sawit mentah (CPO) mampu menekan biaya produksi pembuatan biodiesel menjadi sepertiga lebih murah dibandingkan minyak sawit.
"Model pengembangan sludge oil minyak sawit mentah atau palm acid oil tepat sebagai bahan baku biodiesel tepat untuk Kalbar," kata Thamrin Usman setelah rapat terbuka Senat Universitas Tanjungpura tentang pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap Bidang Kimia Agrodindustri di Auditorium Pontianak, Rabu.
Ia menyampaikan orasi ilmiah dengan judul "Pengembangan `Green Energy` Biodiesel Solusi Alternatif Di Kalimantan Barat".
Ia dan beberapa rekan melakukan penelitian sintesa biodiesel dari bahan baku sludge oil CPO dengan bantuan katalisator para-toulen sulphonic acid (pTSA) yang diimpregnasi pada matriks padat kaolinit.
"Hasilnya berupa biodiesel yang disusun dari metil ester palmitat stearat dan oleat," kata lulusan Kimia Agroindustri ENSCT - INP Touluse Perancis tahun 1997 itu.
Sludge oil tersebut mengandung asam lemak bebas yang tinggi yakni sekira 70 persen sehingga kadar keasamannya cukup rendah. Harga sludge oil berkisar antara Rp2 ribu sampai Rp5.500 per kilogram tergantung kualitas.
Selain harga yang lebih murah, teknologi untuk proses dalam negeri yang tersedia memungkinkan memproduksi biodiesel dari sludge oil CPO dengan investasi yang lebih kecil.
Ia menambahkan, pola pengembangan bahan baku dapat dengan menggalakkan penanaman kelapa sawit termasuk di daerah lahan kritis.
Menurut dia, perolehan biodiesel pada umumnya dari reaksi transesterifasi minyak nabati dengan metanol. Metode ini menghasilkan produk sampingan bernilai ekonomi yang dapat digunakan untuk industri farmasi, kosmetika, rokok, makanan, bahan pelumas, oleokimia dan bahan peledak.
Thamrin Usman membuat sintesa biodiesel dengan mereaksikan langsung metanol pada daging buah yang mengandung minyak nabati. Reaksi itu dipercepat dengan bantuan katalisator abu tandan kosong sawit.
"Inovasi dari temuan ini, sintesa biodiesel tidak membutuhkan tahapan ekstrasi minyak nabati. Kalau reaksi terjadi terhadap buah sawit, metode ini tidak menggunakan CPO atau minyak masak sehingga ada biaya modal yang dikurangi," kata dia.
Kalbar, lanjut dia, juga dapat menjadi lokasi pengembangan bahan baku biodiesel lain seperti jarak pagar dan mikroalgae.
(T011/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010