Jakarta (ANTARA) - Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Indonesia Laksamana Madya TNI Dr Amarulla Octavian mengatakan diperlukan pembenahan internal oleh pemerintah Indonesia dalam memahami pentingnya kesadaran penguasaan wilayah maritim (maritime domain awareness/MDA).
"Maritim bukan sekedar soal laut saja, namun juga ruang udara di atasnya," kata Octavian saat menjadi pembicara dalam webinar bertajuk "Paradigma Baru Maritime Domain Awareness Indonesia" dalam rangka memperingati Hari Maritim Nasional 2020, Jakarta, Rabu.
Dalam acara itu, hadir juga Dirut PT Pendidikan Maritim dan Logistik Indonesia Chiefy Adi Kusmargono, Direktur Nasional Maritime Institute Siswanto Rusdi, dan Dosen Departemen Sejarah UI Bondan Kanumoyoso.
Secara konseptual, kata dia, "maritime domain awareness" (MDA) awalnya dikembangkan oleh militer Amerika Serikat (AS).
Baca juga: Puan: DPR dukung penguatan bidang maritim
Baca juga: Hari Maritim Nasional, KKP siap terus jaga kedaulatan bahari Nusantara
Baca juga: Sejumlah menteri ungkap harapannya pada Hari Maritim Nasional
Intinya, militer negara tersebut mengumpulkan informasi dan intelijen dari berbagai sumber yang selanjutnya diolah untuk menghasilkan operasi demi kepentingan pengamanan maritimnya. Namun lewat MDA pula, lewat berbagai perjanjian, operasi, AS bisa mengamankan kepentingan politik mereka di seluruh dunia.
Indonesia sendiri memiliki wilayah lautan yang luas. Bahkan, lanjut Octavian, laut menjadi tempat pertemuan kepentingan antar berbagai pihak, baik dalam wadah kerja sama maupun konflik.
Di bidang ekonomi, laut merupakan wadah bagi kepentingan, baik sebagai eksploitasi sumberdaya alam maupun perlintasan perdagangan.
Masalahnya, kerap bangsa Indonesia kurang lengkap dalam memahami situasi dan kondisi di mana menjalani kehidupan atas realita kemaritiman.
"Dibutuhkan kesadaran untuk melakukan pembenahan internal dalam kehidupan mendasar bangsa Indonesia untuk mengakui jatidiri sebagai bangsa Maritim," jelas Octavian dalam keterangan tertulisnya.
Mantan Komandan Seskoal ini menambahkan, selama ini memang MDA identik dengan penggunaan teknologi yang terkait dengan penginderaan dan pertukaran informasi.
Namun aslinya, ada sisi lain yaitu MDA membutuhkan pembenahan yang bersifat non fisik, terkait perspektif melihat sektor kemaritiman dari semua pemangku kepentingan maritim.
Oleh karena itu, dirinya mengusulkan paradigma baru MDA, yang semula ditujukan semata menjamin keamanan dari segala bentuk ancaman keamanan maritim, menjadi ditujukan juga untuk keselamatan dan perlindungan.
"Jadi keselamatan bernavigasi dan perlindungan ekosistem kelautan juga harus menjadi fokus MDA," imbuhnya.
Paradigma MDA baru juga ditujukan untuk memandang seutuhnya wilayah maritim sebagai satu kesatuan yang utuh mulai dari ruang laut hingga ruang udara di atas laut.
Sementara itu dalam memperingati Hari Maritim Nasional, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa laut adalah halaman depan NKRI.
"Doktrin Indonesia sebagai poros maritim dunia telah mendorong bagaimana paradigma negara kelautan tersebut selain memiliki akar historis, dan kultural yang kuat, juga membuka ruang bagi kepemimpinan Indonesia bagi dunia melalui pendayagunaan seluruh faktor geopolitik sebagai negara maritim kepulauan terbesar di dunia," kata Hasto yang juga mahasiswa program doktoral Universitas Pertahanan.
Menurut Hasto sudah tepat untuk terus menggelorakan semangat Jalesveva Jayamahe (di laut kita jaya).
"Sebab Indonesia sebagai titik temu dan sintesa peradaban dunia. Saatnya mengedepankan konsepsi kedaulatan politik dan ekonomi dengan mendayagunakan seluruh sumber daya maritim," kata Hasto.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020