Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perhubungan belum lama ini menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 59 tahun 2020 tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan yang menyebutkan bahwa penggunaan helm hanya diwajibkan bagi pesepeda untuk kepentingan olahraga, sedangkan bersepeda untuk keperluan umum sehari-hari tidak diharuskan mengenakan helm.
Namun, meski tidak diwajibkan, Kemenhub mengatakan, dalam bersepeda untuk keperluan sehari-hari, masyarakat bisa mengenakan helm sebagai bagian dari keselamatan saat berkendara. Hal itu senada dengan pendapat dokter Eufrata Silvestris Junus, yang juga anggota Tim Pelayanan COVID-19 RSUD Koja, Tanjung Priok.
Baca juga: Menhub terbitkan peraturan dukung keselamatan bersepeda
"Helm memberikan perlindungan dari cedera kepala dengan cara menyerap energi benturan dan menyebarkan dan memindahkan gradien puncak dari efek benturan ke area permukaan kepala yang lebih besar sehingga area benturan tidak terlokalisir pada satu bagian," ujar dia kepada ANTARA, Rabu.
Menurut Eufrata, kebanyakan orang bersepeda kecepatannya memang tidak secepat ketika mengendai sepeda motor sehingga intensitas dan kekuatan tekanan kemungkinan lebih kecil.
Walau demikian, tetap saja ada risiko untuk terjatuh dan terjadi benturan kepala apalagi jika bersepeda di jalan raya atau area yang padat.
"Dalam hal ini tentu penggunaan helm tetap dirasa penting dan kita dapat memilih helm khusus untuk bersepeda, bagaimanapun mencegah lebih baik daripada mengobati," tutur dia.
Baca juga: Tips bersepeda bagi pemula
Lalu helm seperti apa yang direkomendasikan?
Merujuk pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), helm standar untuk berkendara salah satunya terbuat dari material yang tidak mengalami perubahan signifikan karena umur atau penggunaan normal.
Kemudian, material yang bersinggungan langsung dengan badan manusia harus non-toksik dan tidak mengakibatkan alergi. Di sisi lain, perlu ada pelindung cahaya (visor) dan pelindung muka bagian bawah (lower face cover) pada helm.
Helm juga harus dirancang sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi si pemakai karena mempengaruhi kemampuannya untuk mendengar atau melihat (kehilangan kemampuan pendengaran atau penglihatan).
Eufrata menuturkan, rancangan helm tidak boleh mengakibatkan temperatur dalam rongga di antara kepala dan kulit helm meningkat secara tidak normal. Untuk mencegah hal ini dapat dibuat lubang ventilasi pada helm tersebut.
Selain itu, helm itu harus dapat dipasang dengan baik dan tidak bergeser dengan menggunakan sistem pengikat yang ditempatkan di bagian bawah dagu.
"Semua komponen pengikatan ini harus terpasang secara permanen pada helm. Tali pengikat pada dagu harus dapat diatur panjangnya dan dipasang dengan sistem pengunci," tutur Eufrata.
Baca juga: Dokter beri tips aman bersepeda agar aman dari virus corona
Baca juga: Manfaat hingga waktu yang tepat bersepeda di tengah pandemi
Baca juga: Pakar: Olahraga seperti bersepeda kerap abaikan protokol kesehatan
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2020