Jakarta (ANTARA News) - Organisasi perempuan Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) mendukung pengenaan sanksi pidana bagi pelaku kawin siri dan kawin kontrak demi melindungi hak perempuan.
Hanya saja, kata Ketua Umum Fatayat NU Maria Ulfa Anshor di Jakarta, Selasa, hal itu membutuhkan kesiapan masyarakat dan sosialisasi yang sungguh-sungguh.
"Jangan sampai perempuan justru tidak tahu dan akhirnya dikriminalkan," katanya.
Dikatakannya, dari sisi perlindungan terhadap hak perempuan, pelarangan kawin siri/kontrak cukup baik, mengingat dalam praktik itu perempuan berisiko menjadi korban.
Salah satu kemungkinan yang dialami perempuan yang dinikah secara siri, tanpa memiliki akta nikah, adalah ia dan anaknya akan kehilangan hak waris saat suaminya meninggal.
Terkait adanya pihak yang menyebut pelarangan nikah siri/kontrak melanggar hak asasi manusia (HAM) dan terlalu mencampuri hak privat, Maria Ulfa tidak sependapat.
"Penegakan HAM bukan berarti semua hal yang terkait dengan persoalan privat tidak ada aturannya. Negara mengatur dalam rangka memberikan koridor," katanya.
Dikatakannya, siapapun berhak untuk menikah atau tidak menikah, tetapi ketika sudah hidup bersama maka mereka harus menaati aturan.
Sebagai negara yang memiliki hukum positif dan hukum adat/agama, katanya, Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara-negara Barat.
Ia pun tak sependapat dengan argumentasi bahwa nikah merupakan ibadah yang tidak perlu dipersulit dengan pencatatan administrasi kenegaraan.
Menurut dia, justru dengan adanya aturan itu, negara mendorong terwujudnya pernikahan sesuai tujuan pernikahan itu sendiri yakni terciptanya rumah tangga yang baik, yang dalam istilah agama disebut "sakinah mawaddah wa rahmah".
(T.S024/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010