"Menyampaikan beberapa poin, pertama bahwa Jrx bukan penjahat dan wajib dibebaskan, kemudian menuntut PN Denpasar, agar membebaskan Jrx SID dari semua dakwaan, ketiga mengganti majelis hakim yang memeriksa perkara Jrx SID, menuntut sidang offline dan menuntut majelis hakim agar independen serta tidak berada dalam tekanan pihak manapun," kata Koordinator Lapangan Made Krisna Dinata didampingi Nyoman Mardika di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Jrx SID dilindungi oleh UUD 1945 Pasal 28, UU HAM, serta konvenan ICCPR yang sudah diratifikasi oleh Indonesia. Pada intinya semua peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat. Sehingga penahanan yang dilakukan terhadap Jrx SID atas dasar Pasal Pidana UU ITE adalah salah satu bentuk kriminalisasi dan pemberangusan terhadap kebebasan mengeluarkan pendapat serta melawan UUD 1945.
Baca juga: Majelis Hakim beri waktu satu minggu Jrx SID susun eksepsi
Baca juga: Jrx SID siap hapus medsosnya demi dikabulkan penangguhan penahanannya
Baca juga: PN Denpasar tolak permohonan pergantian majelis hakim kasus Jrx
Selain itu, sidang terdakwa I Gede Ary Astina alias Jrx SID yang dilakukan online menimbulkan banyak permasalahan seperti beberapa kali terjadi gangguan jaringan, layar penasehat hukum menjadi off dan suara JPU tidak jelas didengar.
"Jika sidang online tetap dipaksanakan maka akan mempersulit terdakwa membuktikan dirinya tidak bersalah, sehungga hak Jrx sebagai warga negara dirampas dan tidak adil," katanya.
Sebelumnya, Ketua PN Denpasar, Sobandi mengatakan bahwa tetap menghormati aksi simpati dari rekan-rekan Jrx, asalkan tidak anarkis dan tertib.
"Ya kita dukung, karena itu merupakan penyaluran aspirasi yang dilindungi oleh konstitusi, terkait poin ini kan masih berkaitan dengan persidangan online, bebaskan Jrx gitu, tangguhkan penahanan itu jawabannya sama seperti kemarin. Ini penahanan oleh majelis hakim, bebaskan Jrx juga ya itu kita cari keadilan apakah Jrx itu terbukti bersalah atau tidak," ucap Sobandi.
Terkait pelaksanaan sidang online atau offline itu menjadi wewenang majelis hakim. Ia menegaskan hingga saat ini tidak ada dasar hukum yang membatalkan atau me-judicial review sehingga batal.
"Jadi tanggapannya gitu, kalau masih mereka mau aksi juga ya silakan saja asal sesuai prosedur," katanya.
Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020