BPUM ini didominasi salah satunya di Provinsi Jawa Barat

Jakarta (ANTARA) - Tumpukan buah nanas dikupas, dipotong kecil-kecil, dimasukkan ke dalam mesin penggiling listrik, dicampur bersama sedikit air, jahe, kayu manis, dan gula. Digiling dengan kecepatan tinggi, hasilnya kemudian disaring, dan dimasukkan ke botol-botol ukuran sedang berisi 250 mili liter.

Es Nampah, atau singkatan dari es nanas rempah merupakan satu produk inovasi dari Feni Irawati, pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang dinamai Cemilan Greget. Ibu dua orang anak ini berusaha beradaptasi dengan situasi pandemi yang kian mencekik bisnis UMKM.

Betapa tidak, produk-produk yang selama ini dijajakan perempuan 29 tahun berupa kue lumer dengan aneka taburan keju atau cokelat leleh di atasnya tersebut mengalami penurunan permintaan hingga 50 persen.

Menurut Feni, hal itu terjadi karena masyarakat lebih mengutamakan untuk membeli kebutuhan pokok, ketimbang kudapan sampingan. Namun, Feni melihat peluang untuk tetap dapat menyambung usahanya, yakni membuat minuman yang bermanfaat untuk kesehatan.

Sayangnya, penjualan kue lumer yang tak kunjung dapat diharapkan menjadi salah satu kendalanya untuk mengumpulkan modal dalam membuat produk minuman kesehatan.

Hingga suatu hari, komunitas UMKM di kelurahan tempatnya tinggal, yakni UMKM Kunciran Indah, menginformasikan tentang adanya Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM) yang digagas Presiden Joko Widodo. Feni, yang kala itu memiliki perizinan usaha lengkap termasuk Nomor Induk Berusaha (NIB) kemudian mencari tahu ke bank yang bersangkutan.

Setelah menelusuri informasi mengenai BPUM atau Banpres Produktif tersebut, didapati bahwa Feni termasuk yang mendapatkan dana bantuan untuk UMKM itu. Betapa bahagianya, Feni kini memiliki modal untuk mewujudkan inovasinya membuat minuman kesehatan.

Es Nampah, yang kaya vitamin C dari nanas, dan melancarkan pencernaan serta peredaran darah dari aneka rempah, kini menjadi produk alternatif bagi Cemilan Greget di masa pandemi.

Hal berbeda disampaikan Nenden Pratiwi, yang memiliki usaha aneka makanan dan minuman yang berbahan dasar jahe. Seperti diketahui, jahe memiliki banyak khasiat untuk meningkatkan imunitas tubuh. Penjualan aneka makanan dan minuman berbahan dasar jahe mengalami peningkatan di awal pandemi. Namun, harga bahan baku jahe yang sempat melambung, membuat Nenden agak kewalahan.

Ibu tiga orang anak ini kemudian juga mendapat kabar tentang adanya Banpres Produktif dari pemerintah untuk para pelaku UMKM. Seperti Feni, Nenden juga menelusuri keberadaan dana yang disebut langsung masuk ke rekening pribadinya itu.

Menurut Nenden, setelah menanyakan ke pihak bank, ia diberitahu bahwa dana tersebut memang ada, namun perlu verifikasi data untuk mencairkannya. Setelah menyerahkan KTP dan Kartu Keluarga, akhirnya dana tersebut langsung masuk ke rekening pelaku UMKM yang telah memiliki delapan karyawan itu.

Baca juga: Pemerintah kebut realisasi banpres dan bantuan produktif September ini

Sangat membantu

Ketua UMKM Kunciran Indah itu kemudian merasa tenang, karena pembelian bahan baku jahe yang melambung tersebut, dapat diantisipasi dengan adanya dana BPUM dari pemerintah sebanyak Rp2,4 juta.

Sebagaimana disampaikan pihak Kementerian Keuangan, 15 juta usaha mikro akan menerima bantuan produktif UMKM berupa uang tunai sebesar Rp2,4 juta. Anggaran tahap awal untuk program tersebut mencapai Rp22,01 triliun untuk 9,1 juta pelaku UMKM.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, hingga 4 September 2020, pemerintah telah menyalurkan Rp13,4 triliun BPUM kepada sekitar 5,5 juta pelaku usaha mikro.

"BPUM ini didominasi salah satunya di Provinsi Jawa Barat," ujar Airlangga.

Adapun syarat utama yang harus dipenuhi penerima Banpres ini adalah memiliki usaha mikro dan kecil. Selain itu, pelaku usaha harus warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan kepemilikan KTP dan nomor induk kependudukan (NIK).

Selain itu, tidak memiliki kredit di perbankan maupun lembaga keuangan lainnya, serta saldo di rekening tidak melebihi Rp2 juta.

Banpres produktif nyatanya sangat membantu para pelaku UMKM tanah air, yang disinyalir paling terdampak akibat pandemi COVID-19. Padahal, UMKM yang jumlahnya jutaan tersebut mampu menopang krisis ekonomi di Indonesia pada 1998.

Feni dan Nenden adalah contoh penerima Banpres yang tepat sasaran, sehingga bantuan itu betul-betul dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Sayangnya, belum semua UMKM menerima dana bantuan tersebut. Dari 36 anggota UMKM Kunciran Indah, baru sekitar 10 orang yang menerima bantuan itu.

Sebut saja Diana, pelaku UMKM yang memproduksi makanan penutup dan cemilan itu juga telah memenuhi persyaratan yang diminta, namun satu bulan berlalu, Diana belum kunjung mendapat pencerahan tentang cairnya dana yang akan digunakannya sebagai modal tambahan usahanya itu.

“Pelaku UMKM memang harus aktif bertanya ke bank pemerintah, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Negara Indonesia (BNI) untuk mengecek apakah nama kita termasuk yang mendapat atau tidak. Kemudian apakah dananya sudah cair atau belum," ungkap Diana.

Sementara itu, Ketua Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional (Satgas PEN) Budi Gunadi mengatakan bahwa pemerintah mendorong optimalisasi pemberian Banpres Produktif hingga akhir Desember 2020.

Bahkan, jika memungkinkan, Budi menyampaikan bahwa realisasinya ditargetkan selesai pada September 2020.

Jika pemerintah benar-benar berkomitmen untuk menggenjot realisasi Banpres Produktif, maka jutaan pelaku UMKM seperti Diana pastilah bersemangat untuk menggulirkan roda usahanya.

Beradaptasi dan berinovasi memproduksi aneka makanan dan minuman yang banyak dicari di masa pandemi, sebagaimana yang telah dirasakan Feni dan Nenden.

Baca juga: Kemenkop UKM: Banpres produktif jangkau 5,6 juta pelaku usaha mikro
Baca juga: Menkop dan UKM persiapkan program bagi UMKM guna tingkatkan kualitas

Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020