Kolombo (ANTARA News/AFP) - Polisi Sri Lanka hari Senin menggerebek sebuah bank dan menyita dana lebih dari setengah juta dolar yang diduga milik kerabat mantan pemimpin militer Sarath Fonseka.
Fonseka ditahan atas tuduhan yang tidak dijelaskan, namun para pejabat pertahanan mengatakan bahwa ia merencanakan kudeta dan pembunuhan terhadap Presiden Mahinda Rajapakse dan keluarganya.
Polisi memperoleh surat perintah pengadilan untuk memeriksa kotak simpanan menantu Fonseka dan keluarganya dan menemukan uang lebih dari 650.000 dolar, kata jurubicara Prishantha Jayakody.
"Kami telah meminta Bank Sentral menyelidiki asal-usul uang ini," kata Jayakody, dengan menambahkan bahwa mereka juga telah membawa surat perintah penangkapan bagi Dhanuna Thilakaratne, menantu Fonseka.
Belum ada pernyataan segera dari keluarga Fonseka mengenai insiden tersebut.
Fonseka, satu-satunya perwira tinggi berbintang empat, telah membantah tuduhan berusaha melakukan kudeta.
Ketegangan meningkat di negara pulau itu sejak penangkapan Fonseka, mantan panglima militer, pada Senin (8/2) oleh polisi militer atas tuduhan melakukan kegiatan politik melawan presidennya ketika ia masih bertugas.
Sejak itu hampir setiap hari ratusan pemrotes yang menuntut pembebasan Fonseka bentrok dengan polisi Sri Lanka.
Mayoritas rahib Budha juga mendesak Presiden Mahinda Rakapaksa membebaskan Fonseka.
"Kami tidak bisa menyetujui penangkapan Jendral Fonseka dan personel militer lain yang bersamanya. Mereka telah mengambil risiko mengorbankan nyawa mereka untuk melenyapkan terorisme dan memainkan peranan utama dalam menciptakan perdamaian," kata mereka dalam surat terbuka kepada presiden.
"Sulit untuk menciptakan perdamaian dan menjamin demokrasi dan pemerintahan yang baik ketika ada perselisihan antara presiden, menteri pertahanan dan mantan panglima militer Fonseka," kata mereka.
Fonseka dan Presiden Mahinda Rajapakse bekerja bersama-sama dalam mengakhiri perang dengan separatis Macan Tamil tahun lalu, namun mereka berselisih sesudah itu.
Jendral angkatan darat itu bersaing dengan Rajapakse dalam pemilihan presiden pada 26 Januari, namun kalah, dan sesudah itu ia menuduh mantan panglima tertingginya itu mencurangi suara dalam pemilihan tersebut.
Awal Februari, Rajapakse memecat sekelompok perwira militer senior yang menurut kementerian pertahanan menjadi "ancaman bagi keamanan nasional" setelah pemilihan presiden.
Kementerian pertahanan mengatakan dalam sebuah pernyataan, sejumlah orang dipensiunkan karena mereka dianggap sebagai "ancaman langsung bagi keamanan nasional".
Rajapakse dan Fonseka adalah sekutu dekat dalam ofensif militer yang akhirnya berhasil menumpas pemberontak Macan Tamil pada Mei lalu, namun mereka berselisih setelah kemenangan itu dan bersaing dalam pemilihan presiden.
Ketika mengundurkan diri dari militer pada November, Fonseka menuduh Rajapakse berbohong dengan menuduhnya merencanakan kudeta.
Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.
Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.
Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.
Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.
Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan. (M014/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010