Yogyakarta (ANTARA News) - Liberalisasi pasar membutuhkan persiapan domestik yang baik, karena tanpa itu perdagangan bebas hanya akan menjadi pukulan bagi Indonesia, kata pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Sri Adiningsih.
"Dengan persiapan domestik yang baik Indonesia akan mendapatkan manfaat dari liberalisasi pasar," katanya pada seminar hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dan persaingan usaha di era ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2010, di Yogyakarta, Senin.
Ia mengatakan persiapan domestik yang baik dibutuhkan karena posisi Indonesia dapat dikatakan belum cukup kuat untuk bersaing di tingkat ASEAN, karena rendahnya kualitas sumber daya manusia dan daya saing internasional.
Namun, menurut dia, dengan strategi yang tepat dan inovatif, Indonesia tidak perlu terlalu khawatir tidak mampu bersaing saat pemberlakuan AFTA, pembukaan pasar secara umum, bahkan menuju terbentuknya masyarakat ASEAN.
Ia mengatakan pemberlakuan AFTA sebenarnya tidak berpengaruh signifikan terhadap perkembangan kerja sama perdagangan antarnegara anggota ASEAN. Selama ini produk yang beredar di kawasan ASEAN sekitar 70 persen masih didominasi dari luar kawasan.
"Dengan demikian, meskipun tidak dikenakan tarif masuk, kerja sama perdagangannya tidak akan berjalan maksimal, karena barang-barang yang beredar kualitasnya sama," kata kepala Pusat Studi Asia Pasifik UGM ini.
Sementara itu, pengamat hukum dari UGM Bambang Kesowo mengatakan penerapan AFTA dan ACFTA membuat kerja sama di bidang HAKI membutuhkan perhatian serius, karena selama ini ujian efektivitas sistem nasional baru berlangsung di tingkat domestik.
"HAKI tidak bisa terbebas dari aturan antimonopoli jika pada praktiknya menimbulkan dampak negatif terhadap pasar atau merusak iklim persaingan usaha yang sehat," kata dosen Fakultas Hukum UGM itu.(B015/A038)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010