Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Hadi Supeno mendukung rancangan undang-undang (RUU) tentang peradilan agama bidang perkawinan yang mengatur sanksi bagi perkawinan siri.
"KPAI mendukung sepenuhnya atas ketentuan larangan atau sanksi tersebut," kata Ketua KPAI Hadi Supeno di Jakarta, Senin.Hadi menjelaskan, sebuah perkawinan pada hakikatnya harus dilakukan secara terbuka dan tercatat agar ada kontrol publik.
"Karena suatu perkawinan bukanlah urusan privat domestik melainkan masalah publik," katanya.
Selain itu, pernikahan siri biasanya dilakukan pada pernikahan dini. "Padahal pernikahan dini diduga adalah penyebab tingginya angka kematian bayi di Indonesia," katanya.
Selain itu, perkawinan siri dinilai menimbulkan efek pengabaian hak-hak hukum dikemudian hari baik terhadap istri maupun anak yang dilahirkan.
"Banyak pengaduan yang masuk ke KPAI karena perebutan kuasa asuh anak yang lahir dari perkawinan siri," katanya.
Ditambah lagi, ada kecenderungan sosiologis dimana perkawinan siri dilakukan untuk pernikahan kedua dan seterusnya dengan preferensi usia pasangan perempuan lebih muda, semakin muda dan bahkan anak-anak .
"Penelitian tim ahli KPAI di lima kabupaten di wilayah pantai utara (pantura) menemukan kasus dimana anak-anak obyek kawin siri rentan atas eksploitasi untuk pelacuran anak dan perdagangan anak," katanya.
Dengan dasar pemikiran tersebut, KPAI mendukung RUU hukum materiil agama bidang perkawinan tersebut agar segera disahkan.
Lebih dari itu, KPAI sejak lama telah mengadvokasi perubahan UU perkawinan, khususnya pasal 7 Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 yang menyangkut usia terendah yakni 16 tahun.
"KPAI mengusulkan usia perkawinan ditentukan setelelah dewasa yakni 18 tahun," katanya.(W004/A038)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010