Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) menyatakan mantan Gubernur Riau Annas Maamun telah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, pada Senin (21/9).
"Annas Maamun Bin Maamun bebas 21 September 2020," ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjenpas Rika Aprianti saat dikonfirmasi ANTARA, Selasa.
Diketahui Annas merupakan terpidana kasus korupsi terkait alih fungsi lahan di Provinsi Riau.
kasusnya berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada 25 September 2014. Dalam perkembangan penyidikan, Annas didakwa secara kumulatif.
Baca juga: Menkumham: Grasi Annas Maamun soal kemanusiaan
Pertama, menerima suap 166.100 dolar AS dari Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut terkait kepentingan memasukan areal kebun sawit dengan total luas 2.522 hektare di tiga kabupaten dengan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.
Kedua, menerima suap Rp500 juta dari Edison Marudut melalui Gulat Medali Emas Manurung terkait pengerjaan proyek untuk kepentingan perusahaan Edison Marudut di lingkungan Provinsi Riau.
Ketiga, menerima suap Rp3 miliar dari janji Rp8 miliar (dalam bentuk mata uang dolar Singapura) dari Surya Darmadi melalui Suheri Terta untuk kepentingan memasukkan lahan milik sejumlah anak perusahaan PT Darmex Argo yang bergerak dalam usaha perkebunan kelapa sawit, dalam revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau.
Pada 2015, Annas divonis enam tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider dua bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung.
Dia terbukti bersalah dalam korupsi alih fungsi lahan yang merugikan negara Rp5 miliar.
Baca juga: LP Sukamiskin sebut Annas Maamun dijadwalkan bebas pada 2020
Atas vonis tersebut, Annas kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun kasasi tersebut ditolak dan MA justru memperberat hukumannya menjadi tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Pada 2019, Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Annas Maamun. Pemberian grasi tersebut didasarkan pada Keputusan Presiden nomor: 23/G Tahun 2019 tentang pemberian grasi yang ditetapkan pada 25 Oktober 2019.
Grasi yang diberikan Presiden Jokowi berupa pengurangan jumlah pidana dari pidana penjara tujuh tahun menjadi enam tahun. Namun, pidana denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan tetap harus dibayar.
"Kenapa (grasi) itu diberikan, karena memang dari pertimbangan MA seperti itu, pertimbangan yang kedua dari Menkopolhukam juga seperti itu diberikan, yang ketiga memang dari sisi kemanusiaan ini kan juga umurnya sudah uzur dan sakit-sakitan terus, sehingga dari kaca mata kemanusiaan diberikan," ujar Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu pada 27 September 2019 lalu.
Baca juga: Presiden Jokowi jelaskan tidak semua grasi dikabulkan
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020