"Dewan Pers menganggap RPM konten bertentangan dengan UU Pers, UU Penyiaran dan UUD 1945 pasal 28 yang menyatakan kemerdekaan berpendapat," kata salah satu anggota Dewan Pers, Zulfiani Lubis yang akrab disapa Uni Lubis di Jakarta, Senin.
Uni menjelaskan, pernyataan Dewan Pers ini merupakan hasil rapat perdana Dewan Pers hari ini.
Uni menjelaskan, konsideran RPM Konten Multimedia mengacu pada enam undang-undang, antara lain UU Pers dan UU Penyiaran.
"UU Pers dalam pasal 4 ayat 2 menyatakan pers tidak dikenakan breidel, penyensoran, maupun pelarangan penyiaran. Oleh karena itu pemerintah maupun Kominfo tidak boleh membreidel pers," katanya.
Sedangkan pada UU Penyiaran, lanjut Uni, pengawasan konten dan sanksi penyiaran dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
"Jadi RPM Konten Multimedia ini menggunakan enam undang-undang sebagai konsidrans, tetapi isinya bertentangan dengan UU Pers dan UU Penyiaran," katanya.
Oleh karena itu, Dewan Pers meminta Kominfo sebagai kementerian yang membahas RPM Konten Multimedia untuk melibatkan pemangku kepentingan seperti Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia dalam perumusan RPM tersebut.
"Sekilas Kominfo melihat RPM Konten Multimedia tidak terkait dengan pers, padahal siaran TV, radio dan tentu saja media massa online terakses lewat internet," jelas Uni.
Dewan Pers menganggap RPM Konten Multimedia tersebut bisa menyentuh produk pers baik cetak maupun elektronik yang diunggah melalui internet.
"Kita segera mengontak Kominfo dan meminta mereka mengajak bicara Dewan Pers dan memastikan RPM ini tidak bertentangan dengan UU Pers dan UU penyiaran, terutama tidak bertentangan dengan UUD pasal 28 S tentang kemerdekaan berpendapat," tambahnya. (*)
N006/AR09
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010