"Saya setuju bila pelaku pernikahan siri dipidanakan karena bisa membuat anak-anak terlantar dan istri pertama tidak mau mengakuinya," katanya di Jakarta, Minggu.
Apalagi, kata dia, pihak sang suami biasanya melakukan pernikahan siri antara lain hanya untuk memuaskan hasrat seksual.
Menurut Mahfud, pelarangan atas pernikahan siri tersebut tidak melanggar ketentuan agama karena dalam Islam sendiri terdapat beragam penafsiran.
Ia mengemukakan, dalam masalah perbedaan penafsiran itu, dirinya bila disuruh memilih akan menyetujui tafsir yang sepakat bahwa pernikahan siri harus diatur dalam UU.
Hal itu, lanjutnya, karena dalam UU bisa diatur mengenai sanksi yang tegas kepada berbagai pihak yang melanggar ketentuan dalam UU tersebut.
Pandangan Ketua MK ini sebelumnya juga selaras dengan pandangan Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin Tumpa yang menyetujui adanya sanksi pidana bagi orang yang melakukan pernikahan siri dan pernikahan kontrak.
Dalam RUU Peradilan Agama yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional 2010, terdapat ketentuan pidana antara lain terkait dengan perkawinan siri, perkawinan mutah (kontrak), dan menikahkan atau menjadi wali nikah padahal sebetulnya tidak berhak.
Para pelaku yang melarang ketentuan tersebut dapat diancam dengan hukuman penjara berkisar dari enam bulan hingga tiga tahun. (M040/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010