Persembahyangan dipimpin oleh Pandeta Kelenteng Liong Hok Bio, Tjioe Layet pada Sabtu (13/2) mulai sekitar pukul 23:55 WIB, saat ritual tutup pintu, hingga Minggu (14/2) sekitar pukul 00:45 WIB, saat ritual buka pintu kelenteng yang terletak di pusat kota itu.
Sejumlah umat Tri Dharma (Konghucu, Tao, dan Buddha,Red) setempat tampak menyulut kembang api saat pergantian tahun dalam kalender China itu sehingga menambah semarak perayaan Imlek di kota itu.
Suasana kelenteng juga terlihat semarak dengan hiasan antara lain ratusan lampion dan lilin berbagai ukuran yang didominasi warna merah.
Mereka tampak berdiri di depan altar, membakar dupa lalu meletakkannya di bejana kuningan ukuran relatif besar di dekat altar utama. Tabuhan tambur dan genta terkesan menambah khusyuk persembahyangan mereka.
Penutupan dan pembukaan pintu kelentang oleh seorang pemuka masyarakat keturunan Tionghoa di Magelang yang juga Ketua DPD Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Jateng, David Hermanjaya.
"Ritual tutup-buka kelenteng dilakukan setiap perayaan Imlek sebagai simbol masyarakat meninggalkan tahun yang lama dan membuka kehidupan baru melalui tahun baru ini," kata Ketua Yayasan Tribhakti Kelenteng Liong Hok Bio, Paul Candra Wesi Aji.
Pada persembahyangan itu, katanya, umat Tri Dharma berdoa bagi seluruh masyarakat Indonesia agar kehidupannya semakin sejahtera dengan memperoleh kebahagiaan baik lahir maupun batin.
Selain itu, katanya, umat juga berdoa bagi para pimpinan pemerintahan baik di daerah maupun pusat supaya mampu mengemban amanat masyarakat dan membawa kehidupan berbangsa dan bernegara semakin maju di tengah berbagai tantangan perkembangan zaman.
Pasar bebas, katanya, sebagai salah satu tantangan yang harus dihadapi Bangsa Indonesia
"Kita akan mampu menghadapi tantangan pasar bebas, persaingan dagang, asalkan seluruh komponen bangsa, pemerintah, pengusaha, dan masyarakat bersatu, produk dalam negeri tidak kalah dengan luar negeri, kita harus optimistis menghadapi pasar bebas," katanya.
David mengatakan, Tahun Baru Imlek 2561 atau 2010 yang disimbolkan dengan macan kayu itu sebagai lambang semangat seluruh masyarakat untuk bekerja keras supaya berhasil menghadapi berbagai tantangan hidup.
Macan kayu, katanya, simbol karakter tidak buas.
"Itu lambang bahwa kita harus bersatu dan bekerja keras supaya mendapatkan peningkatan kesejahteraan, hidup lebih baik, ekonomi lebih baik," katanya.
Ia menyebut relatif banyak tantangan pada masa mendatang terutama menyangkut upaya mewujudkan kejujuran dalam hidup sehari-hari dan keseriusan dalam pemberantasan korupsi.
"Mulai sekarang biasakan hidup tidak menipu dan hilangkan korupsi," katanya.
(U.M029/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010