Pati (ANTARA News) - Dwi Indah Wahyuningrum (20), tenaga kerja Indonesia (TKI) di Abu Dhabi yang disiksa majikannya, akhirnya meninggal dunia di Badan Rumah Sakit Daerah (BRSD) RAA Soewondo, Pati, Jateng, pada Jumat (12/2).
Menurut Intan Tri Wijayanti, adik korban, kakaknya sempat mengalami masa kritis pada Jumat dini hari. "Tubuhnya semakin lemas dan sulit diajak berkomunikasi," ujarnya.
Akhirnya, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Supariyo dan Sri Wahyuni itu menghembuskan nafas terakhirnya pada Jumat, sekitar pukul 08.00 WIB.
Korban menjalani perawatan di BRSD selama 22 hari karena mengalami kelumpuhan, tubuh penuh luka, dan trauma berkepanjangan, hingga mengalami hilang ingatan.
Luka di sekujur tubuh Intan diduga kuat karena dianiaya oleh majikannya, ketika dia bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA).
Ia mengatakan, jenazah kakaknya langsung dimakamkan sekitar pukul 15.00 WIB, di pemakaman desa setempat.
Terkait dengan asuransi atas kematian dan sakitnya Indah, katanya, pihaknya masih belum memfokuskan perhatian ke arah itu. Keluarganya masih berkonsentrasi pada pemakaman.
"Saat ini, kami masih berkabung, sehingga belum berfikir soal itu. Yang penting kakak saya dimakamkan dahulu," ujar pelajar kelas XI salah satu Madrasah Aliyah (MA) di Pucakwangi itu.
Ia mengaku sangat terpukul dengan kematian kakaknya yang mencoba peruntungan menjadi TKI di Abu Dhabi untuk membantu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
Apalagi, sejak 10 tahun terakhir hidup keluarga mereka bergantung pada usaha orang tuanya dari berjualan nasi di kampung.
Beberapa tahun terakhir perekonomian keluarga mereka sempat terangkat dengan hasil kerja kakak pertamanya yang bernama Ika Dewi Suryani di Hongkong, sehingga Indah dan Intan bisa melanjutkan sekolah sampai MA.
Menurut orang tua korban, Supariyo, setelah tamat MA, anak keduanya (Indah) ingin mengikuti jejak kakaknya ke luar negeri. "Awalnya, saya menyarankan untuk tidak merantau ke negara Arab," ujarnya.
Pasalnya, kata dia, budaya orang Arab cenderung tertutup dan keras. "Selain itu, gajinya juga lebih kecil dibandingkan menjadi TKI di Hongkong," ujarnya.
"Saya memang sempat menyesal tidak bisa menahan Indah berangkat ke Arab, karena berakhir dengan kematian," ujarnya.
Ia mengakui, anak keduanya itu memiliki riwayat penyakit paru. "Kondisinya tentu semakin parah karena Indah sering tidur di lantai selama bekerja sebagai TKI," ujarnya.
Selama di Abu Dhabi, anaknya tersebut sering mendapat perlakuan kasar, seperti dipukul, ditendang, dan dijambak majikan wanita.
Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Pati, Purwadi, menyatakan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak dalam menangani kasus ini.
"Pasalnya, keberangkatan TKI tersebut tanpa pemberitahuan kami, tetapi langsung melalui penyalurnya, PT Hidayah Insan Pekerja, yang beralamat di Jakarta Timur," ujarnya.
Meski demikian, Pemkab Pati tetap berusaha menghubungi pihak perusahaan yang memberangkatkannya. "Minimal ada bantuan berupa uang duka atau yang lainnya, jika klaim asuransi tidak bisa keluar karena proses kepulangannya tidak prosedural," ujarnya.
"Berdasarkan informasi dari pihak perusahaan yang memberangkatkan Indah, pemulangannya tanpa sepengetahuan agen TKI di UEA dan PT Hidayah Insan Pekerja sebagai penyalurnya," ujarnya.
Bahkan, kata dia, alur pemulangan tidak melalui terminal III bandara yang dikhususkan untuk lalu lintas TKI dari dan keluar negeri, melainkan lewat terminal umum.
"Jika benar pihak perusahaan kesulitan mengurus klaim asuransi karena tidak ada berita acara pemulangan. Kami tetap mendesak perusahaan tersebut untuk mengusahakan bantuan karena TKI ini dari keluarga tidak mampu," ujarnya.
(U.PK-AN/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010