Kudus (ANTARA News) - Masyarakat di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah yang diwakili oleh sejumlah organisasi masyarakat sepakat menyatakan menolak fatwa haram oleh MUI yang akan diumumkan pada tanggal 29 Januari 2009 mendatang.
Pernyataan tersebut terungkap dalam jumpa pers dari perwakilan masyarakat yang tergabung dalam Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK), Forum Pengusaha Rokok Kudus (FPRK), Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), sejumlah perguruan tinggi di Kudus, LSM, dan MUI Kudus, Sabtu (17/1) bertempat di aula DPRD Kudus.
Ketua DPRD Kudus Asyrofi Masytho, yang menjadi pemprakarsa pertemuan tersebut mengatakan, fatwa haram rokok oleh MUI terkesan dipaksakan.
Padahal, keberadaan rokok di Kudus ada sejak 100 tahun yang lalu. Bahkan, Kudus juga menjadi cikal bakal berdirinya sejumlah industri rokok, hingga kini menjadi jantung perekonomian masyarakat di Kudus.
"Hampir seluruh sektor perekonomian yang ada di Kudus tergantung pada sektor industri rokok," ujarnya.
Oleh karena itu, masyarakat di Kudus perlu berkoordinasi menyikapi wacana fatwa merokok maram tersebut, karena sangat meresahkan.
"Masyarakat Kudus perlu menyampaikan kondisi riil yang ada di Kudus, sehingga fatwa MUI nantinya tidak merugikan banyak pihak," ungkapnya.
Terlebih lagi, keberadaan industri rokok di Kudus juga tidak dapat dipisahkan dari pemasukan APBN pada penerimaan cukai rokok yang mencapai Rp50 triliun untuk tahun 2009.
Ditambahkan As`ad dari perwakilan SPSI Kudus mengatakan, fatwa haram merokok juga mengancam 100.000 karyawan di industri rokok.
Selain itu, fatwa tersebut juga mengancam sektor industri kertas sebagai pemasok untuk industri rokok, sehingga jumlah pekerja yang terancam bertambah sektiar 150.000 karyawan.
"Jumlah tersebut dari Kabupaten Kudus saja. Sedangkan perusahaan rokok kategori kelas satu di Indonesia ada lima perusahaan yang tersebar di empat daerah," ujarnya.
Di antaranya, perusahaan rokok Djarum dan Nojorono di Kudus, Sampoerna di Surabaya, Gudang Garam di Kediri, dan Bentoel di Malang.
Sementara itu, Ketua MUI Kudus, KH Syafiq Naschan, mengatakan, penetapan hukum rokok merupakan masalah ijtihadiyah (persoalan baru), mengingat pada zaman Nabi Muhammad SAW tidak ada, sehingga tidak ada dasar yang pasti.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009
tau gak???? gak percuma juga para ulama-ulama itu???
ada sebagian ulama MUI yg ngeroko ada yg gak.
makanya fatwanya setengah-setengah sialan bener ulama itu, dikiranya ini rumah mereka sendiri apa??? bikin fatwa setengah-setengah yang serius dong jangan main-main bikin fatwa, dasar kyai muklit