Jakarta (ANTARA News) - Suasana Imlek mulai terasa di kawasan Glodok, Jakarta. Barang-barang khas Imlek mulai membanjiri Petak Sembilan dan Pasar Glodok, Jakarta Barat.

"Terus terang omzet tahun ini menurun empat puluh persen," kata Didi penjual pernak pernik Imlek di Petak Sembilan, Glodok, Jakarta. Warga Kalideres itu mengaku pendapatannya tahun lalu lebih baik dari tahun ini.

Didi berjualan angpau, lampion dan hiasan-hiasan bertulis huruf kanji atau bergambar orang berbaju China. Dia mendapat barang dari orang yang datang ke lapaknya. "Barang asli dari China," kata Didi.

Omzet yang menurun juga dirasakan oleh Andi Nurhalim penjual kue keranjang di Petak Sembilan. "Tahun ini sepi," katanya. Andi menyebut penjualan terbaiknya dicapai pada 2000.

Saat Abdurrahman Wahid yang menjabat presiden pada waktu itu mencabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14/1967. Sejak saat itu masyarakat Tionghoa di Indonesia bebas merayakan Imlek.

Kue keranjang yang dijual Andy buatan Jakarta, Sukabumi dan Medan. Dia mendapat barang dari pemasok. Menurut tradisi Imlek, kue keranjang untuk sembahyang dan untuk dibagi-bagi ke kerabat, teman, atau pegawai. Kue ini tahan sampai satu tahun.

Menurut pemantauan Antara, pembeli barang-barang khas Imlek seperti angpau dan kue keranjang relatif sedikit. Penjual yang berdagang di Pasar Glodok dan Petak Sembilan masih sepi pembeli. Kemungkinan pembeli baru menyerbu menjelang hari-H.

"Tahun ini adalah tahun macan kayu. Saya harap pancaran sinar dari kelenteng ini bisa memberi keselamatan dan kemakmuran bagi semua," kata Yunus Hadinoto ahli konservasi yang sedang merenovasi Wihara Dharma Bakti, Glodok.

"Saya harap tahun ini bagus dalam segala hal," kata Go Po Cai seorang umat yang hendak bersembahyang di wihara.

Suasana wihara itu tampak ramai dengan orang yang lalu-lalang. Ada yang sedang menyiapkan lilin-lilin berukuran besar, ada juga yang sedang mengecat. Bau lilin dan dupa bercampur dengan bau cat. Namun umat yang berdoa tidak tampak terganggu.

Di pintu gerbang nampak deretan pengemis yang menanti rejeki dari umat yang bersembahyang.(ENY/A024)


Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010