Jakarta (ANTARA News) - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyiapkan sepuluh pengacara untuk membela kadernya, Dudhie Makmun Murod, yang menjadi tersangka dugaan suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) pada 2004.
"Sementera ini sepuluh, itu khusus pak Dudhie," kata anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Trimedya Panjaitan ketika ditemui di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis.
Trimedya mengatakan, PDI Perjuangan akan melakukan upaya hukum sebagaimana mestinya untuk membela Dudhie yang juga pernah menjadi anggota DPR.
Trimedya datang ke KPK bersama Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Pramono Anung. Pada hari yang sama, KPK juga memeriksa Dudhie Makmun Murod sebagai tersangka.
Pramono menegaskan, PDI Perjuangan tidak melakukan intervensi proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK.
"Kami sama sekali tidak melakukan intervensi apapun, dan pak Dudhie siap untuk mengikuti ini dalam bentuk apapun, jadi tidak ada hal yang istimewa," kata Pramono.
Pramono mengatakan, kedatangannya ke KPK terkait dengan laporan harta kekayaan. Pramono dan Trimedya mengaku bertemu dengan Wakil Ketua KPK, Haryono Umar.
Meski pertemuan itu terkait dengan laporan kekayaan, menurut Trimedya, mereka sempat membicarakan kasus hukum yang menjerat Dudhie.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah adalah Dudie Makmun Murod dan Endin A.J. Soefihara yang pada saat kejadian menjabat sebagai anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi keuangan dan perbankan, serta mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga pernah menjadi anggota DPR, Udju Djuhaeri.
Endin dan Udju sudah ditahan oleh tim penyidik KPK.
KPK juga telah menetapkan mantan anggota DPR, Hamka Yandhu sebagai tersangka. Hamka kembali terjerat kasus korupsi setelah dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI).
Untuk kelengkapan proses penyidikan, KPK telah memeriksa sejumlah anggota dan mantan anggota DPR, antara lain Panda Nababan, Nurdin Halid, MS. Hidayat, Achmad Hafiz Zawawi, TM. Nurlif, Baharuddin Aritonang, dan Daniel Tanjung.
Kasus aliran cek itu berawal dari laporan mantan anggota DPR Agus Condro. Politisi PDI Perjuangan itu mengaku menerima cek senilai Rp500 juta setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 2004 yang dimenangkan oleh Miranda S. Goeltom.
Menurut Agus, sejumlah anggota DPR juga menerima cek serupa.
(F008/B010)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010