Dumai (ANTARA News) - Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan kembali menutupi Kota Dumai, Riau, pada Rabu malam dan merupakan peristiwa pertama yang terjadi pada tahun 2010 di kota yang berada di pesisir timur Sumatra itu.

Berdasarkan pantauan ANTARA, kabut asap yang diduga berasal dari pembakaran lahan itu muncul sekitar pukul 21.00 WIB. Secara perlahan, kabut asap tersebut menyelimuti kota Dumai hingga jarak pandang hanya 10 meter.

"Selama kurang lebih empat bulan ini, baru kali ini saya melihat kabut asap kembali menutupi udara Dumai," tutur Bambang (43), seorang warga Dumai.

Dari sejumlah warga yang di temui malam itu, kebanyakan dari mereka mencemaskan kondisi tersebut. Selain dapat mengganggu aktifitas luar rumah kabut asap juga selalu menimbulkan trauma bagi kebanyakan masyarakat yang sebelumnya sempat menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

"Sebaiknya pemerintah cepat bertindak dan menindak orang - orang yang di ketahui dan terbukti telah melakukan pembakaran hutan," ujar Dewi (32) juga seorang warga Dumai.

Bahkan, pada Kamis pagi kabut asap tebal masih menyelimuti Kota Dumai yang menyebabkan jarak pandang sangat terbatas.

Untuk di ketahui, sebelumnya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru menyatakan bahwa titik api mulai bermunculan di Pulau Sumatra. Pada Selasa (9/2) terdapat delapan titik api di Sumatra, lima diantaranya berada di wilayah Riau.

Analisis BMKG Pekanbaru Ardhitama mengatakan jumlah titik api tersebut diperkirakan akan terus bertambah mengingat Riau dan sejumlah daerah lain di Sumatra memasuki musim kemarau di bulan kedua 2010 ini.

"Risiko terjadinya kebakaran lahan dan hutan di Riau yang sebagian besar didominasi oleh kawasan perkebunan dan lahan tidur akan semakin pesat," katanya.

Untuk mencegah lebih meluasnya titik api tersebut, BMKG melalui stasiun pemantau meminta agar pemerintah daerah, pengusaha perkebunan serta masyarakat setempat untuk dapat mencermati dan tidak melakukan pembakaran hutan dan lahan yang dapat menimbulkan dampak negatif dan mengancam kesehatan masyarakat luas. (E010/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010