"Kebebasan seseorang untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing tidak dapat diintervensi oleh negara," kata Romo Benny dalam sidang uji materi UU Penodaan Agama No 1/PNPS/1965 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Rabu.
Benny juga memaparkan, negara tidak boleh membatasi agama dan keyakinan apapun karena hak kebebasan beragama merupakan hak asasi yang tidak dapat dibatasi oleh pihak mana pun.
Menurut dia, agama merupakan persoalan masing-masing individu dan peran negara hanya sebatas memfasilitasi agar setiap warga negara dapat beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya.
Ia mempertanyakan mengenai siapa otoritas yang paling berhak menetapkan suatu keyakinan sebagai aliran yang menyimpang atau sesat, apakah tokoh agama ataukah lembaga pemerintahan.
Benny menegaskan, sejumlah pasal yang terdapat dalam UU Penodaan Agama merupakan bentuk diskriminasi yang tidak sesuai dengan kebebasan beragama yang terdapat dalam UUD 1945.
"UU itu tidak sesuai dengan kebebasan beragama dan cenderung dipakai sebagai alat mengkriminalisasikan aliran yang menyimpang," katanya.
Ia juga mengemukakan, negara tidak bisa mengintervensi keyakinan setiap warga negaranya antara lain karena Indonesia bukanlah suatu negara agama.(M040/A024)
Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010
Toleransi dan hak kebebasan beragama & berkepercayaan itu cuma ada di PANCASILA saja.dalam Islam tak mengenal Pancasila apalagi Bhineka tunggal ika.
yg ada hanyalah paksa orang lain untuk mengakui si mamat adalah nabi echi.
multyple choise adalah cara yg selama ini dipakai para capres / pejabat di RI.
Sebobrok apapun kalau kelakuan mayoritas tetap saja di sayang & di bela2,inilah para pemimpin RI.
Nrimo & ngalah yg hrs dipertahankan oleh kaum minoritas.
tapi pemerintah hrs ingat kesabaran itu ada batasnya.
Kalau sampai kesabaran itu hilang ???