Di lokasi tersebut, memang daerah banjir ..

Jakarta (ANTARA) - Dalam siklus yang sudah dipahami banyak orang dan juga dalam pelajaran di sekolah, Indonesia memiliki dua iklim, yakni kemarau dan hujan.

Secara teori, masing-masing periode iklim adalah sekitar enam bulan. Pada April-Oktober musim kemarau, sedangkan Oktober-April musim hujan.

Kini hitungan kalender sedang memasuki pertengahan menjelang akhir September. Artinya sedang mendekati pergantian musim dari kemarau ke musim hujan.

Meski ada siklus iklim seperti itu, namun kadang cuaca suatu wilayah yang seharusnya kemarau justru hujan.

Dalam beberapa pekan terakhir, sejumlah wilayah justru hujan dan ada yang kebanjiran.

Cuaca Jakarta, misalnya, dalam beberapa hari terakhir dilanda hujan dengan intensitas ringan hingga sedang. Akibatnya, terjadi genangan sejenak di sejumlah ruas jalan dan naiknya permukaan air di beberapa pintu air.

Pada Selasa (15/9) hujan deras melanda Ibu Kota sejak sore.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta pukul 23.00 WIB meminta warga di bantaran Sungai Angke mewaspadai potensi banjir menyusul kenaikan tinggi muka air (TMA) di Pos Pemantauan Angke Hulu yang mencapai 180 sentimeter atau Siaga III.

"Info Disaster Early Warning System kepada warga bantaran sungai, akibat kenaikan Pos Angke Hulu, tinggi muka air 180 sentimeter/cuaca mendung (Waspada/Siaga 3),” tulis Badan (BPBD) DKI Jakarta melalui akun Twitter-nya yang dipantau di Jakarta, Selasa malam.

Pos Angke Hulu merupakan pos pengendalian banjir Jakarta untuk aliran Sungai Angke. Pos Angke Hulu memasuki status Siaga 3 sejak Selasa malam pukul 22.00 WIB.

Pada pukul 21.00 WIB, Pos Angke Hulu masih berstatus Siaga 4 atau normal dengan TMA 80 sentimeter.

Dengan kenaikan TMA di Pos Angke Hulu, BPBD DKI Jakarta menyampaikan peringatan untuk warga di beberapa wilayah agar mengantisipasi banjir.

Saat itu, beberapa wilayah yang diperkirakan berpotensi terkena dampak adalah Rawa Buaya, Cengkareng Timur, Cengkareng Barat, Kembangan Utara, Kedoya Utara, Duri Kosambi, Kapuk dan Kedaung Kali Angke.

Petugas Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta melakukan pengerukan endapan lumpur di Kali Ciliwung, Kampung Melayu, Jakarta, Kamis (6/8/2020). Dinas SDA Jakarta mengajukan anggaran Rp5 triliun ke Pemprov DKI untuk penanggulangan banjir. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc.

Normalisasi
Bukan hanya sekali ini BPBD DKI Jakarta menyampaikan peringatan dini banjir di musim kemarau.

BPBD pernah juga mengimbau warga sekitar bantaran sungai dekat Pos Angke Hulu, Jakarta Barat, mewaspadai potensi banjir pada Jumat (14/8) dini hari.

Dilansir dari laman Twitter resmi Dinas SDA Jakarta, TMA Pos Angke Hulu pada Kamis (13/8) pukul 00.00 WIB mencapai 205 sentimeter (cm) dengan status Siaga III atau waspada.

Terdapat 13 aliran sungai di Jakarta dan Pos Angke Hulu merupakan tempat pemantauan potensi banjir Jakarta untuk aliran Sungai Angke. Karena itu, warga yang bermukim di bantaran Sungai Angke senantiasa perlu selalu mewaspadai potensi banjir, bukan saja saat hujan tetapi juga akibat adanya air "kiriman" dari Bogor.

Curah hujan dan air yang mengalir turun dari wilayah Bogor kemudian masuk 13 sungai di Jakarta adalah sumber terpenting penyebab banjir di DKI Jakarta. Itu terjadi setiap tahun dan menjadi stigma bahwa musim hujan identik dengan banjir di Jakarta.

Banjir awal 2020 termasuk musibah terparah di Jakarta dan sekitarnya. Banjir besar itu juga melanda wilayah penyangga Ibu Kota, yakni Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek).

Penanganan aliran air di 13 sungai--termasuk Kali Angke--inilah pekerjaan rutin DKI Jakarta sepanjang tahun untuk mengurangi potensi banjir.

Penanganannya antara lain melalui pengerukan atau normalisasi sungai dari pendangkalan akibat lumpur dan pemindahan warga yang merambah bantaran kali.

Kini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempercepat normalisasi Kali Angke yang selalu menjadi pemicu banjir di sebagian wilayah DKI Jakarta. Luapan di sungai ini sering akibat kapasitas sungai tidak mampu menampung air hujan.

"Di lokasi tersebut, memang daerah banjir gara-gara ada beberapa titik bidang yang belum kena normalisasi dengan dinding turap (sheetpile)," ujar Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Juaini Jusuf.

Pembebasan lahan
Namun normalisasi Kali Angke terkendala pembebasan lahan. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria (Ariza) telah meninjau ke sana dan memberi arahan supaya segera diselesaikan bidang-bidang yang belum dibayarkan.

Pembebasan lahan untuk normalisasi Kali Angke tersebut dilakukan paling telat Agustus 2020. Sedikitnya ada delapan bidang lahan yang dibebaskan dengan luas sekitar 300 meter persegi per bidang.

Baca juga: Sudin SDA Jakpus menormalisasi tiga sungai besar antisipasi banjir

Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Juaini Yusuf meninjau pengerukan lumpur di Kanal Banjir Barat di dekat Mal Season City, Tambora, Jakarta Barat, Rabu (26/8/2020). (Humas Dinas SDA DKI Jakarta)
Ada delapan bidang yang sudah siap dibayarkan. Luasnya beragam, ada yang 300 meter persegi dan lainnya.

Untuk nilainya dihitung oleh penilai independen. Total luas lahan yang semula belum dibayarkan di lokasi tersebut mencapai 8.000 meter persegi (m2) dan tindak lanjutnya dikoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Dalam peninjauan aliran air sisi barat tersebut, Ariza langsung menemui pemilik lahan yang lokasinya akan digunakan untuk kepentingan umum.

Hal tersebut untuk memastikan pemilik lahan setuju untuk dibebaskan dengan harga itu agar normalisasi Kali Angke segera dikebut.

Ariza juga telah meninjau beberapa lokasi lain yang sering dilanda banjir di wilayah DKI Jakarta. Salah satunya di sepanjang aliran Kali Angke, khususnya di dua kelurahan, yaitu Kedoya Utara dan Duri Kosambi, Jakarta Barat.

Beberapa hari lalu dilakukan peninjauan di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Semua itu dilakukan untuk memastikan bahwa persiapan Jakarta menghadapi musim hujan dan ancaman banjir kali ini lebih baik dari sebelumnya.

Pengerukan kanal
Pengerukan juga dilakukan di Banjir Kanal Barat sepanjang tiga kilometer untuk mengantisipasi luapan air pada musim hujan mendatang dari sungai-sungai yang dekat dengan permukiman warga.

Pengendara mendorong motornya yang mogok saat melintasi banjir rob di Kompleks Pantai Mutiara, Penjaringan, Jakarta, Minggu (7/6/2020). Banjir di kawasan tersebut diduga akibat adanya tanggul yang jebol saat naiknya permukaan air laut di pesisir utara Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

Saluran Banjir Kanal Barat yang dikeruk oleh Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Pusat itu dimulai dari Pintu Air Karet hingga Jembatan Roxy.

Baca juga: DKI kerahkan 8.000 personel untuk Grebek Lumpur hindari genangan

Ini bagian dari program bersama dengan wilayah lain. Namanya "Gerebek Lumpur" yang beberapa pekan lalu sudah dilakukan di wilayah utara.

Secara keseluruhan program "Gerebek Lumpur" itu direncanakan rampung pada akhir Desember 2020.

Untuk Jakarta Pusat, pengerukan mulai dilakukan dalam waktu dekat. "Saat ini kita sedang sosialisasi ke warga sekitar," ujar Kepala Suku Dinas (Sudin) SDA Jakarta Pusat Saiful.

Untuk pengerukan lumpur di sungai, Sudin SDA Jakarta Pusat menurunkan lima alat berat berjenis amphibi. Pengerukan Banjir Kanal Barat rata-rata berkedalaman tiga meter.

Selain amphibi, dikerahkan juga 10 truk untuk mengangkat lumpur ke tempat penampungan lumpur. Setidaknya 50 petugas menangani pekerjaan ini setiap harinya.

Baca juga: SDA DKI segera buat sistem penunjang informasi banjir

Sama seperti pengerukan-pengerukan di saluran kali di wilayah Jakarta Pusat lainnya, padatnya penduduk yang bermukim di bantaran kali dekat saluran Banjir Kanal Barat menjadi tantangan bagi SDA Jakarta Pusat menyelesaikan pengerukan itu.

Untuk Jakarta Utara, menurut Kepala Suku Dinas SDA Jakarta Utara Adrian Mara Maulana, pihaknya telah mengeruk Kali Adem sejak beberapa pekan lalu. Untuk Kali Adem di segmen PIK yang awalnya memiliki lebar 74 meter dilebarkan menjadi 115 meter.

Selain mengembalikan lebar kali dari 74 meter menjadi 115 meter, pihaknya juga melakukan pengerukan kali. Harapannya, kapasitas untuk menampung rob dari laut dan air hujan bisa lebih besar.

Semula jarak lumpur dengan permukaan air tidak sampai 20 sentimeter, sekarang diperdalam menjadi tiga meter. Target pengerukan di Kali Adem segmen PIK panjangnya mencapai 3,2 kilometer.

Segala daya dan upaya itu untuk mengantisipasi banjir pada musim hujan mendatang.

Harapan besar disandarkan bahwa musibah tahunan itu dapat diantisipasi lebih baik sehingga tidak separah tahun lalu dan awal tahun ini.

Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020