Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyatakan prihatin dengan menumpuknya perkara di Mahkamah Agung (MA) hingga mencapai lebih dari 1.000 perkara, sementara MA hanya memiliki satu hakim agung bidang perpajakan.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Moneter, Fiskal, dan Kebijakan Publik, Haryadi Sukamdani di Jakarta, Selasa, menyebutkan, syarat hakim agung diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang MA.

Persyaratan untuk hakim agung karir adalah berijazah magister bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau lainnnya yang mempunyai keahlian bidang hukum. Juga berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim, termasuk paling sedikit 3 tahun menjadi hakim tinggi.

Sementara persyaratan untuk hakim nonkarir adalah berijazah Doktor dan magister hukum dengan dasar sarjana hukum atau bidang lain yang mempunyai keahlian bidang lain. Juga berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi paling sedikit 20 tahun.

Menurut Haryadi, persyaratan itu sulit dipenuhi khususnya persyaratan untuk hakim perpajakan (khususnya lagi jalur hakim agung karir), mengingat keberadaan kantor pengadilan pajak baru ada pada 2008.

"Kalau terjadi apa-apa dengan hakim agung MA bidang perpajakan yang sekarang bagaimana? Bagaimana satu orang menangani seribu perkara," kata Haryadi.

Menurut dia, idealnya jumlah hakim agung perpajakan minimal 3 orang, sehingga Kadin berharap ada terobosan dari Presiden, DPR, Komisi Yudisial, dan MA untuk menyelesaikan masalah ini.

"Kadin mengusulkan adanya amandemen UU, atau Perppu meskipun perlu alasan kedaruratan karena amandemen akan makan waktu lama," katanya.

Kadin juga prihatin dengan kekosongan Ketua Pengadilan Pajak yang sejak akhir 2008 ditinggalkan oleh Anshari Ritonga yang pensiun, padahal ada sekitar 9.400 kasus banding perpajakan di pengadilan pajak.

Kadin mendesak agar pemilihan ketua pengadilan pajak dilakukan secara netral, mengingat dalam ketentuan yang ada, Menteri Keuangan memberikan rekomendasi terhadap calon ketua pengadilan pajak. Kadin menilai ada konflik kepentingan karena Menkeu memiliki kepentingan untuk meningkatkan penerimaan negara melalui pajak.

"Kami mengusulkan agar ketua pengadilan pajak dipilih anggota hakim sendiri, bukan oleh Menkeu atau rekomendasi dari Menkeu," kata Haryadi.

(T.A039/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010