Kini, pada PSBB fase kedua, orang akan lebih berkemungkinan menunda pembelian,
Jakarta (ANTARA) - Konsultan properti Colliers International menyatakan bahwa pemberlakuan kembali kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) setelah sempat dilaksanakan pelonggaran, bukan merupakan kondisi yang ideal bagi sektor properti.
"Keberadaan PSBB fase kedua akan membuat situasi semakin sukar bagi industri properti," kata Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto dalam paparan di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Survei: Pemerintah berperan pulihkan sektor properti
Ferry memaparkan bahwa pada PSBB pertama, telah terjadi perlambatan atau menurunnya jumlah pengunjung ke berbagai pusat perbelanjaan yang berdampak kepada menurunnya tingkat penjualan.
Sedangkan, di sektor residensial atau rumah tinggal, menurut dia, telah terjadi banyak penundaan dalam pembelian properti, bahkan tingkat pencarian properti rumah disebut menurun.
"Saat dalam masa transisi PSBB, penjualan kemungkinan akan dapat meningkat meski tidak signifikan. Kini, pada PSBB fase kedua, orang akan lebih berkemungkinan menunda pembelian," katanya.
Sebelumnya, Real Estat Indonesia (REI) mengusulkan pemerintah dapat mempermudah perizinan guna mengatasi dampak pandemi dan mengantisipasi dampak resesi terhadap kinerja pelaku usaha sektor properti nasional.
"Gerak cepat pemerintah sangat diperlukan. Permudah perizinan. Kita tentu tidak berharap terjadi resesi. Pengembang harus kerja sangat keras untuk bisa bertahan," kata Ketua DPD REI DKI Jakarta Arvin F Iskandar.
Menurut dia, akibat pandemi kondisi sebagian besar anggota terutama di DKI Jakarta semakin melemah akibat penurunan aktivitas ekonomi seperti tingkat penjualan jatuh, sedangkan biaya yang dikeluarkan tetap.
Arvin mengutarakan harapannya kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menggairahkan bisnis real estat dengan memberikan keringanan pajak hotel dan restoran dalam menghadapi pandemi virus corona.
"Kami meminta otoritas berwenang mempertimbangkan stimulus agar jangan sampai pengembang mengalami kesulitan untuk membayar kredit. Beri kami ruang gerak dulu, minimum sampai akhir tahun," kata Arvin.
Ia mengemukakan, DPD REI DKI Jakarta telah melakukan riset khususnya kepada para pengembang yang terdaftar sebagai anggota REI DKI Jakarta, namun lokasi proyek yang dikembangkan tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
Menurut dia, salah satu tujuan dari kegiatan riset dan survei yang dilakukan oleh DPD REI DKI Jakarta ini adalah untuk memberikan gambaran sekaligus memudahkan pelaku usaha dan konsumen dalam mengambil keputusan.
Terkait hasil riset dan survei, Arvin mengatakan hampir semua pengembang di Jabodetabek dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini mengalami penurunan penjualan. Namun, pada akhir tahun 2019 sudah mulai membaik.
"Tahun lalu sebetulnya berat. Tetapi kami masih optimis dan itu tercermin dari hasil riset kami, bahwa 73 persen menyatakan bahwa kondisi realestat sama atau bahkan lebih baik dari tahun sebelumnya. Sebanyak 61 persen menyatakan penjualan produk tahun 2019 sama atau bahkan lebih baik dari tahun sebelumnya. Dari sisi regulasi dan dukungan pembiayaan demikian juga," jelasnya.
Sebanyak 86,5 persen menyatakan bahwa suku bunga kredit memberikan dampak lebih baik bagi iklim usaha. 79,3 persen menyatakan pemerintah sudah cukup baik, bahkan sangat baik dalam menyediakan infrastruktur.
Baca juga: Dampak pandemi, REI minta pemerintah permudah perizinan
Baca juga: Studi: Konsumen punya daya tawar tinggi pada pasar properti
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020