Kabid Perizinan Usaha BPPT, Dedi Sariffudin, Selasa, mengatakan, mengaku heran ada reklame berdiri tanpa pengurusan izin terlebih dahulu. Dedi mensinyalir ada oknum PNS yang bermain di belakang, sehingga pengusaha bisa mendirikan reklame tanpa izin.
"Ada sekitar 100 titik reklame di sepanjang Jalan Dipati Ukur. Setidaknya 50 persen tidak mengantongi izin," katanya.
Setelah jalan Dipati Ukur, selama lima bulan ke depan BPPT akan menyisir beberapa jalan lain, seperti Jalan Setiabudhi, Jalan Asia Afrika, dan kawasan Dago untuk mendata seberapa banyak reklame bermasalah.
Pendataan ini, merupakan salah satu usaha BPPT untuk meningkatkan restribusi. Mengingat target restribusi tahun ini meningkat dari Rp27 miliar di tahun 2009, menjadi Rp30 miliar tahun ini.
"Dengan adanya oknum ini, menjadi salah satu faktor penghambat pemenuhan target. Bahkan oknum ini, membuat potensi restribusi hilang sebesar Rp10 miliar," tegas Dedi.
Setelah mengecek ke lapangan, petugas BPPT melakukan cros cek dengan data yang ada di kantor. Jika ternyata memang tidak berizin, pemilik reklame harus segera mengurus izin. Jika tidak BPPT akan meminta dinas pertamanan dan pemakaman (Distamkam) dan Satpol PP Kota Bandung untuk segera mengeksekusinya.
Beberapa reklame bermasalah di antaranya, reklame Operator XL, Simpati, Yamaha, Rabbani, dan indomart. BPPT tidak memberi batas waktu pengurusan izin reklame tersebut. Hanya saja diharapkan inisiatif para pengusaha untuk segera mengurus izin.
Kepala BPPT Kota Bandung, Ahmad Rekotomo, mengatakan, telah meminta sejumlah dana untuk pendataan reklame liar ini. Dana tersebut, awalnya akan digunakan untuk bekerjasama dengan pihak ketiga untuk melakukan pendataan. Agar pendataan bisa dilaksanakan dengan lebih cepat.
"Staf kami juga kan punya pekerjaan rutin yang harus mereka kerjakan sehari-hari. Sehingga agak sulit untuk mengatur waktu untuk ke lapangan," katanya. (ANT/A038)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010