Jakarta (ANTARA News) - Seorang pakar hukum mengemukakan, tuntutan hukuman mati terhadap Sigid Haryo Wibisono, terdakwa kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnain perlu diekseminasi.

Surat elektronik keluarga Sigid Haryo yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa, menyatakan, Direktur Upaya Hukum dan Eksaminasi pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) perlu melakukan eksaminasi untuk memenuhi rasa keadilan di masyarakat terutama bagi Sigid Haryo.

Pakar Hukum dari Universitas Indonesia Chodry Sitompul dalam surat elektronik itu menyebutkan bahwa JPU telah melakukan malpraktik dalam menuntut terdakwa karena melakukan rekayasa dan manipulatif yang tidak sesuai dengan fakta persidangan.

"Malpraktik dalam tuntutan JPU ini harus dibuka, agar diketahui apakah tuntutan tersebut murni dari jaksa sendiri atau ada pesanan dari pihak-pihak tertentu," katanya.

Ia mengatakan, JPU tidak boleh memakai "kaca mata kuda" dalam menangani kasus ini, apalagi kasus ini berakibat dengan tuntutan mati.

"Saya berharap JPU mampu mengedepankan hati nuraninya," kata Chodry

Menurut dia, JPU seharusnya mencari alat bukti dan bukan mencari pengakuan di persidangan, sehingga keadilan berdasarkan hati nurani dapat muncul di persidangan.

Dalam kasus pembunuhan Nasrudin, JPU menuntut mati tiga terdakwa, yakni mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar, mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Wiliardi Wizar dan pengusaha Sigid Haryo Wibisono.

Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Patra M Zen mengatakan, sejak dulu pihaknya menentang hukuman mati.

"Menentang hukuman mati adalah suatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dan harga mati bagi YLBHI sebab hukuman mati tidak bisa dikoreksi jika telah dijalani," ujarnya.

Ia meragukan hukuman mati merupakan tindakan adil di tengah kondisi peradilan yang amburadul saat ini.

"Dengan kondisi saat ini, apakah tuntutan atau vonis mati bisa dijamin sebagai sebuah tindakan yang adil. Bagaimana nantinya jika ternyata JPU dan hakim telah salah mengambil keputusan sementara terdakwanya sudah dieksekusi mati," ujarnya.

Ia memaklumi bahwa tugas JPU adalah menuntut terdakwa namun juga bertugas melindungi terdakwa dari penyalahgunaan wewenang maupun kekuasaan dari kepolisian.

"Yang patut diingat adalah JPU harus senantiasa berdiri di atas kepentingan keadilan dan hati nurani," ungkap Patra.

Juru bicara keluarga Sigid Haryo, Eddy Junaidi menyesalkan tindakan manipulatif yang dilakukan JPU.

"Kami menilai, JPU melakukan manipulatif dalam surat tuntutan mati kepada Sigid. Poin-poin yang dikemukakan JPU dalam surat tuntutannya tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan," ujarnya.
(S027/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010