Jakarta (ANTARA News) - Tindakan pelarangan buku oleh Kejaksaan Agung dipermasalahkan dalam sidang uji materi UU Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004 yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Selasa.
"Pelarangan buku oleh Jaksa Agung (Hendarman Supandji, red) jelas merupakan bentuk pengekangan atas kebebasan mengeluarkan pendapat," kata kuasa hukum pemohon uji materi, Rachmat Bagja, di Jakarta, Selasa.
Rachmat memaparkan, pihak pemohon yaitu penulis Darmawan mendalilkan bahwa Pasal 30 ayat (3) huruf c UU Kejaksaan yang mengemukakan bahwa dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan pengawasan peredaran barang cetakan, dinilai inkonstitusional.
Inkonstitusionalitas tersebut adalah karena pasal tersebut dianggap pemohon bertentangan dengan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat".
Selain itu, pasal dalam UU Kejaksaan itu juga dinilai pemohon bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, "setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum".
Darmawan selaku penulis buku menyatakan, pelarangan peredaran dan penggandaan bukunya yang berjudul "Buku Enam Jalan Menuju Tuhan" membuat dirinya merasa menjadi tidak lagi bebas dalam mengeluarkan pendapat.
Terlebih, Darmawan hanya mengetahui bahwa karya tulisnya dilarang beredar dari media dan bukan secara langsung dari pihak kejaksaan.
Karena itu, Rachmat mengemukakan, kewenangan kejaksaan dalam melarang peredaran buku itu dilakukan tidak transparan dan tidak memenuhi prinsip akuntabilitas publik.
Ia juga memaparkan, fungsi kewenangan yang terdapat dalam Pasal 30 ayat (3) huruf c UU Kejaksaan tidak mengatur secara jelas bagaimana pihak kejaksaan melakukan pengawasan terhadap suatu barang cetakan.
(M040/B010)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010