Kuasa hukum pemohon, Zainal Abidin, mengemukakan, pihaknya mempermasalahkan Pasal 31 ayat (4) UU ITE yang berbunyi, "ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi (penyadapan) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah".
Menurut Zainal, pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena frase "...diatur dengan Peraturan Pemerintah" tidak sesuai dengan perlindungan hak asasi para pemohon.
"Pengaturan penyadapan dalam PP (peraturan pemerintah) tidak akan cukup menampung artikulasi mengenai pengaturan mengenai penyadapan," katanya.
Ia juga mengatakan, penyadapan oleh aparat hukum atau institusi resmi negara tetap menjadi kontroversial karena merupakan praktek invasi atas hak-hak privasi warga negaranya yang mencakup privasi atas kehidupan pribadi, keluarga, dan korespondensi.
Selain itu, ujar dia, penyadapan sebagai alat pencegah dan pendeteksi kejahatan juga memiliki kecenderungan yang berbahaya bagi HAM, bila berada pada hukum yang tidak tepat karena lemahnya pengaturan mengenai hal tersebut.
Untuk itu, karena penyadapan berpotensi melanggar HAM, maka sudah sepatutnya jika negara melakukan pengaturan terkait penyadapan dalam bentuk UU bukan dalam bentuk PP, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.
Para pemohon uji materi UU ITE terdiri atas beberapa aktivis HAM antara lain Koordinator Divisi HAM Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Anggara serta peneliti Lembaga Kajian Demokrasi dan HAM Wahyudi Djafar.(M040/A024)
Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010