"Penanganan kesehatan simultan dengan geliat ekonomi pilihan sangat tepat dengan kondisi sosial ekonomi Indonesia saat ini. Jangan samakan dengan negara yang luasnya sedikit dan cadangan devisa luar biasa. Tapi, tentu berada pada "hotspot" komunikasi promosi kesehatan penanganan kasus COVID-19," kata Emrus, di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Survei: 81,1 persen publik pilih penerapan protokol kesehatan
Titik panas komunikasi, kata dia, adalah dengan menggelorakan komunikasi promosi kesehatan penanganan kasus COVID-19 dengan masif, terstruktur, sistematis, bersinambungan kreatif, inovatif, dan berkelanjutan secara nasional hingga pada tingkat keluarga, sehingga masyarakat sudah memiliki kesadaran, sikap, dan perilaku yang taat (ketat) sekali terhadap seluruh protokol kesehatan.
Selain itu, masyarakat paham betul resiko fatal (mengancam nyawa) pada diri dan anggota keluarganya, ketika lalai atau lengah sekejap saja tidak sejalan dengan protokol kesehatan.
Oleh karena itu, kata Emrus, komunikasi kesehatan penanganan COVID-19 harus berada pada orbit "titik panas", baru kemudian kesehatan dan ekonomi dilakukan simultan.
Dalam situasi meningkatnya jumlah kasus COVID-19 di Tanah Air, tambah dia, Indonesia tidak harus memilih apakah menyelesaikan persoalan kesehatan atau ekonomi.
Baca juga: Positif COVID-19 di Indonesia bertambah 3.963, sembuh 3.036 orang
Baca juga: Satgas paparkan realisasi penyaluran bantuan program pemulihan ekonomi
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Irwan Suhirwandi
Copyright © ANTARA 2020