Pekalongan (ANTARA News) - Sebanyak 85 persen dari 631`tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) dan 15 persen lainnya merupakan pekerja formal.

Kepala Seksi Penempatan Tenaga Kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Pekalongan, Ikbal Naser di Pekalongan, Senin, mengatakan, dengan masih tingginya TKI yang bekerja sebagai PRT akan memberikan peluang terjadinya kasus kekerasan.

"Selama ini, TKI yang bekerja di luar negeri masih banyak yang belum mempunyai keahlian sehingga banyak menimbulkan terjadinya kasus kekerasan. Namun, untuk mencegah terjadinya kasus itu, kami akan berupaya mengembangkan mutu pelatihan kerja," katanya.

Ia mengatakan, pengembangan mutu tersebut diberikan kepada calon TKI sebagai bekal sebelum mereka bekerja di luar negeri sehingga majikan agar tidak memperlakukan semena-mena.

"Majikan tidak lagi memperlakukan TKI dengan kekerasan serta perlakuan sejenis lainnya kepada mereka karena majikan biasanya hanya menuntut pekerjaan selesai dengan baik," katanya.

Ia mengatakan, para TKI yang sering mengalami masalah, termasuk perlakuan kekerasan, adalah mereka yang bekerja sebagai PRT dan tidak mempunyai ketrampilan khusus.

Namun, katanya, kondisi itu akan berbeda dengan TKI yang mempunyai ketrampilan khusus, seperti mempunyai kemampuan di bidang elektronik yang bisa kemungkinan ditempatkan di perusahaan elektronik terkemuka.

"Perusahaan elektronik di luar negeri sangat memerhatikan kesejahteraan pekerjanya, hal itu berbeda dengan TKI yang dipekerjakan di rumah tangga sebagai PRT," katanya.

TKI asal Kabupaten Pekalongan selama tahun 2009 hingga 2010, rata-rata masih bekerja sebagai PRT yang tersebar di negara Asia dan Timur Tengah.(KTD/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010