Denpasar (ANTARA News) - Aktivis Greenpeace, di Jakarta, Senin, melakukan protes atas penahanan aktivis antipemburuan paus Greenpeace Jepang sejak 2008, sambil membawa spanduk menuntut keadilan bagi mereka dan mengantarkan surat kepada Duta Besar Jepang untuk Indonesia.
Surat elektronika aktivis Greenpeace Jakarta yang diterima ANTARA,News di Denpasar, Senin, menyatakan, mereka akan melakukan protes di depan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta setiap hari selama sepekan ini sembari mengikuti proses persidangan yang akan dilakukan pekan depan.
Komisi Hak Asasi Manusia PBB sebelumnya menyatakan pemerintah Jepang melakukan pelanggaran berbagai hak asasi manusia yang telah disepakati secara internasional, dengan melakukan penahanan terhadap dua aktivis Greenpeace yang berhasil mengungkap kasus korupsi besar dalam program pengelolaan ikan paus Jepang.
Junichi Sato dan Toru Suzuki, atau kerap disebut "Tokyo Two", akan menjalani persidangan pada 15 Februari mendatang di negara itu. Pada Desember lalu Komisi Kerja Untuk Penahanan Semena-mena UNHRC menginformasikan pemerintah Jepang bahwa mereka telah melanggar HAM kedua orang itu.
"Junichi dan Toru bertindak atas nama kepentingan publik untuk membongkar skandal yang melibatkan korupsi dari program paus yang didanai pembayar pajak Jepang. Sekarang sangat jelas pelanggaran HAM bukan hanya menurut Greenpeace, tetapi juga menurut badan resmi PBB," kata Arif Fiyanto, juru kampanye Greenpeace Asia Tenggara.
"Kami berharap Pengadilan Jepang mencatat pendapat ini dan melakukan penilaian hukum dengan adil dan semestinya," katanya.
Komisi kerja itu menyatakan, Sato dan Suzuki telah "bertindak atas dasar kepentingan publik yang lebih besar saat melakukan pengungkapan kejahatan di dalam industri paus yang didanai oleh pembayar pajak".
Kedua orang ini juga sudah menyatakan bersedia bekerja sama dengan polisi dan jaksa dalam pengungkapan kasus korupsi ini.
Tetapi pemerintah Jepang, dalam penahanan keduanya tidak memasukkan informasi penting seperti aktivitas rinci mereka sebagai aktivis lingkungan, hasil investigasi yang telah mereka lakukan, dan bahkan bukti-bukti yang dikumpulkan keduanya yang sebenarnya sangat membantu yang berwenang melakukan investigasi.
Komisi itu berkesimpulan, hak asasi kedua aktivis lingkungan ini jangan dibatasi secara semena-mena, hak mereka bebas beropini dan berekspresi serta melakukan aktivitas legal harus dilindungi, serta harus dijamin hak mereka beraktivitas damai tanpa intimidasi dan kekerasan.
Komisi ini juga menemukan, pemerintah Jepang melanggar pasal 18, 19, dan 20 Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal serta pasal 18 dan 19 Perjanjian Hak Sipil dan Politik Internasional. Selain itu, komisi itu berkesimpulan, hak mempertanyakan penahanan Sato dan Suzuki sebelum pengadilan tidak dilakukan secara semestinya.
"Keputusan melakukan tuntutan berbau politis ini dilakukan pemerintah Jepang terdahulu. Pemerintahan baru kini bisa menghapuskan aib ini dengan memastikan persidangan berjalan adil dan menaati aturan hukum internasional," kata Dr Kumi Naidoo, Direktur Eksekutif Greenpeace Internasional.
Dia akan berada di Jepang pekan depan untuk mengamati persidangan ini. "Perdana Menteri Hatoyama harus mengeluarkan instruksi untuk meneliti ulang kasus ini," katanya.
Sejak penahanan mereka pada Juni 2008, lebih dari seperempat juta orang di seluruh dunia telah menandatangani petisi yang menuntut keadilan bagi Sato dan Suzki, dan para ahli hukum termasuk advokat-advokad Mahkamah Agung seluruh dunia telah menyatakan keprihatinan.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional seperti Amnesti Internasional dan Transparansi Internasional juga telah mempertanyakan keabsahan penuntutan ini. Satu minggu protes di Kedutaan Besar Jepang di seluruh dunia dimulai hari ini menuju persidangan minggu depan.(A037/A038)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010