Jakarta (ANTARA News) - PT PLN (Persero) melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam penyelesaian negosiasi 42 proyek pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP).
Dirjen Listrik dan Pemanfataan Energi Kementerian ESDM, J Purwono, di Jakarta, Senin, mengatakan, BPKP akan memberi pertimbangan hukum atas proyek yang dinegosiasikan.
"Opini BPKP akan menjadi payung hukum bagi kesepakatan baru yang muncul sebagai hasil negosiasi," katanya.
Negosiasi yang akan melibatkan BPKP itu di antaranya proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sarulla di Sumatera Utara.
Sesuai hasil tender, harga listrik Sarulla yang dikembangkan Medco Power ditetapkan 4,6 sen dolar per kWh.
Namun, pengembang meminta kenaikan harga menyusul peningkatan biaya bahan baku konstruksi dan akhirnya PLN menyepakati naik menjadi enam sen dolar AS per kWh.
"PLN bilang harga itu masih wajar. Namun, apa dasarnya, bagaimana hitungannya. Karena itu perlu opini BPKP, apakah proyek ini menguntungkan bagi negara atau tidak," ujarnya.
Menurut dia, hasil negosiasi dengan lampiran opini BPKP tersebut disampaikan ke Menteri ESDM untuk mendapat penetapan.
Purwono juga mengatakan, saat ini, PLN tengah memfokuskan penyelesaian negosiasi dengan 42 dari 58 IPP yang bermasalah.
Kelanjutan proyek IPP itu dengan pertimbangan adalah sudah setengah jalan dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Ke-42 proyek tersebut merupakan pembangkit yang sudah beroperasi, namun terkendala kenaikan harga batubara seperti PLTU Cilacap, PLTU Palu, dan PLTU Kaltim.
Selanjutnya, proyek yang masih dalam tahap konstruksi, namun terkendala kenaikan biaya bahan bangunan atau peralatan seperti PLTP Sarulla dan proyek yang baru menyelesaikan pendanaan, namun juga terkendala kenaikan biaya konstruksi.
"Kami targetkan penyelesaian negosiasi pada tahun ini," ujarnya. Sedang, sisanya sebanyak 16 IPP adalah proyek yang baru menyelesaikan perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA), namun belum mendapatkan komitmen pendanaan dan belum melakukan kegiatan lapangan apapun. "Untuk kelompok ini, akan terhenti dengan sendirinya," katanya. (K007/A038)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010