Jakarta (ANTARA News) - Industri baja nasional mendesak pemerintah menegosiasikan kembali 535 pos tarif besi baja dalam Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) dengan memundurkan jadwal penurunan bea masuk mulai tahun 2018.
"Kami meminta renegosiasi pengunduran jadwal terhadap 535 pos tarif baja, sebagaimana yang dilakukan Malaysia dan Thailand," kata Direktur Utama Krakatau Steel Fazwar Bujang pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Senin.
Menurut Fazwar, percepatan renegosiasi pos tarif adalah salah satu upaya eksternal perusahaan baja dalam negeri dalam menghadapi ACFTA.
Upaya-upaya lainnya adalah melakukan tindakan perdagangan antidumping, safeguard, dan antisubsisi secara agresif.
Aktif dalam penyusunann RUU Perdagangan yang melindungi produksi dalam negeri, dan melakukan aliansi strategis dengan perusahaan dalam negeri dan luar negeri.
Sedangkan dari sisi internal adalah efisiensi di semua lini, meningkatkan hubungan dengan pelanggan, program cash and carry, penjualan langsung dan penjualan ke proyek-proyek sertai memperbaiki masa waktu penyerahan produk kepada konsumen dengan membangun stok penyangga.
"Kami juga meningkatkan aktivitas penetrasi ke pasar Asean terutama pada produk konten tinggi, dan meningkatkan aktivitas riset dan merketing," kata Fazwar.
Sementara itu, Deputi Menteri BUMN Bidang Pertambangan, Industri Strategis, Energi dan Telekomunikasi Sahala Lumban Gaol mengungkapkan empat poin pokok yang dihadapi Krakatau Steel.
Keempatnya adalah ketergantungan pada impor bahan baku (scrap dan bijih besi), ketersediaan modal, energi berupa gas alam dan listrik, dan struktur industri hilir yang belum lengkap.
Sahala menuturkan, saat ini 95 persen produk baja nasional belum memiliki standar nasional industri (SNI) wajib.
Selain itu 70 persen industri baja nasional menghadapi kesulitan pendanaan perbankan nasional maupun asing.
"Pemerintah harus meningkatkan penerapan hambatan teknis sesuai aturan WTO melalui SNI wajib produk baja dalam waktu tiga bukan ke depan," kata Sahala.
Sejalan dengan itu, kalangan industri baja meminta Kementerian Perindustrian segera merevisi PP 102/2000 tentang standarisasi nasional.
Menurut Fazwar Bujang, kapasitas produksi Krakatau Steel pada 2010 diperkirakan mencapai 2,9 juta ton per tahun dan diproyeksikan menjadi 3,1 juta ton pada 2011.
Total nilai penjualan pada 2009 diperkirakan mencapai Rp16,29 triliun, atau turun dari penjualan 2008 senilai Rp20,63 trilin.
Pada priode 2009 ini juga laba perseroan 2009 diperkirakan naik dari Rp459,57 miliar pada 2008 menjadi Rp490,85 miliar. (*)
R017/AR09
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010