Penundaan putusan etik tersebut terkait dengan adanya tiga anggota Dewas KPK yang menjalani tes usap pada hari Selasa (15/9) setelah ....

Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan jangan sampai ada oknum atau kelompok tertentu mencoba mengintervensi proses sidang etik di Dewan Pengawas KPK terkait dengan penundaan putusan sidang etik Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.

Diketahui, Dewas KPK telah menunda pengumuman putusan etik Firli yang seharusnya disampaikan pada hari Selasa (15/9) menjadi Rabu (23/9).

"Jangan sampai menjelang pengumuman pada pekan depan dimanfaatkan oknum atau kelompok tertentu untuk mencoba mengintervensi proses sidang etik di Dewan Pengawas KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Dewas KPK tunda pengumuman putusan etik

Baca juga: MAKI tambahkan kelengkapan bukti dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri

Lebih lanjut, kata dia, ICW menilai Dewas KPK amat lambat dalam memutuskan dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK.

"Semestinya sejak beberapa waktu lalu, Dewas KPK sudah bisa memutuskan hal tersebut. Terlebih, tindakan dari Ketua KPK diduga keras telah bertentangan dengan Peraturan Dewas yang melarang setiap unsur pegawai KPK menunjukkan gaya hidup hedonisme," ujar Kurnia.

Oleh karena itu, ICW meminta Dewas KPK menjatuhkan sanksi etik berat terhadap Firli sekaligus merekomendasikan agar yang bersangkutan segera mengundurkan diri.

"Jika Komjen Pol. Firli Bahuri tidak lagi menjabat sebagai Ketua KPK, niscaya beban kelembagaan tersebut berkurang, tinggal menyisakan problematika UU 19 Tahun 2019 yang saat ini sedang diuji di Mahkamah Konstitusi," tuturnya.

ICW, kata dia, sangat heran jika ada pihak yang beranggapan menggunakan helikopter mewah tersebut bukan merupakan potret hedonisme.

"Ada banyak transportasi publik/pribadi yang dapat digunakan daripada mesti memakai helikopter mewah itu," kata Kurnia.

Baca juga: Jika terbukti langgar etik, Akademisi dukung pemberhentian Firli

Adapun penundaan putusan etik tersebut terkait dengan adanya tiga anggota Dewas KPK yang menjalani tes usap pada hari Selasa (15/9) setelah berinteraksi dengan pegawai KPK yang positif COVID-19.

Dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli tersebut diadukan oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) ke Dewas KPK pada hari Rabu (24/6) atas penggunaan helikopter mewah dalam perjalanan di Sumatera Selatan, Juni lalu.

Firli diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku "Integritas" pada Pasal 4 Ayat (1) Huruf c atau Pasal 4 Ayat (1) Huruf n atau Pasal 4 Ayat (2) Huruf m dan/atau "Kepemimpinan" pada Pasal 8 Ayat (1) Huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor: 02 Tahun 2020.

Baca juga: Putusan sidang etik Firli Bahuri akan digelar terbuka pada Selasa

Pada hari Sabtu (20/6), Firli melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan untuk kepentingan pribadi keluarga, yakni ziarah ke makam orang tuanya.

Perjalanan tersebut menggunakan sarana helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO berkategori mewah (helimousine) karena pernah digunakan Motivator dan Pakar Marketing Tung Desem Waringin yang disebut sebagai Helimousine President Air.

MAKI menilai perbuatan Firli tersebut bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK yang dilarang bergaya hidup mewah.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020