New York (ANTARA) - Dolar jatuh ke level terendah dua minggu terhadap yen pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), di tengah ekspektasi Federal Reserve akan mempertahankan sikap suramnya tentang ekonomi AS karena bergulat dengan pandemi COVID-19, dan mempertahankan suku bunga AS mendekati nol untuk beberapa waktu.
The Fed memulai pertemuan dua hari pada Selasa (15/9/2020) dan para analis memperkirakan bank sentral AS akan menegaskan kebijakan suku bunga nol saat ini selama tiga tahun ke depan, pandangan yang selanjutnya dapat membebani dolar.
Para analis tidak memperkirakan pandangan kenaikan suku bunga dari Fed pada Rabu waktu setempat, tetapi jika itu benar-benar terjadi, itu bisa menjadi positif bagi dolar.
Baca juga: Dolar AS di kisaran paruh atas 105 yen pada awal perdagangan di Tokyo
"Berita besar untuk besok adalah kenaikan suku bunga 2023," kata Greg Anderson, kepala strategi valas global di BMO Capital Markets di New York.
"Apa yang kami harapkan adalah bahwa Fed memproyeksikan tidak ada kenaikan suku bunga hingga 2023. Jika mereka menaikkan suku bunga di sana, ekuitas dan komoditas akan dijual dan dolar akan reli," tambahnya.
Dalam perdagangan sore, dolar turun 0,3 persen terhadap yen menjadi 105,46, setelah pada awal sesi meluncur ke level terendah dua minggu di 105,30 yen.
Terobosan di bawah 105,20 yen bisa membuka jalan untuk penjualan teknis lebih lanjut, kata analis.
"Bank sentral AS akan mewaspadai ketidakpastian yang akan dibawa oleh pemilihan presiden AS dan tidak ingin menyebabkan kekacauan yang tidak perlu di pasar keuangan," kata Fawad Razaqzada, analis pasar, di ThinkMarkets.com di London.
Baca juga: Dolar AS di kisaran paruh bawah 106 yen pada awal perdagangan di Tokyo
Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya sedikit berubah pada 93,062, karena greenback pulih setelah euro membalikkan kenaikan sebelumnya.
Euro terakhir turun 0,1 persen pada 1,1851 dolar. Sebelumnya, euro menguat setelah survei sentimen ekonomi ZEW menunjukkan sentimen investor di Jerman naik pada September, meskipun ada hambatan dari Brexit dan meningkatnya infeksi virus Corona.
Euro bersama dengan mata uang terkait komoditas seperti dolar Australia dan dolar Selandia Baru menguat setelah data China positif semalam. Hasil industri China meningkat dan penjualan ritel tumbuh untuk pertama kalinya tahun ini, melampaui perkiraan para analis.
Data ekonomi positif mendorong yuan ke level tertinggi sejak Mei 2019 terhadap dolar, yang terakhir turun 0,4 persen pada 6,779 yuan di pasar luar negeri.
Ekuitas AS juga menguat, karena minat terhadap aset-aset berisiko meningkat.
"Apa yang mendorong ekuitas dan dolar adalah kombinasi dari penyediaan likuiditas yang cukup oleh Fed dan sebagian darinya adalah meningkatnya optimisme untuk vaksin dan pemulihan global," kata Anderson dari BMO.
“Pemulihan global kemungkinan besar akan mengarah ke tempat lain. Eropa berada di depan dalam kurva COVID dan China jauh di depan dalam kurva COVID."
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020