Doucouré menyaksikan sekelompok penari yang sangat muda naik ke atas panggung dan mereka menari seperti yang biasa terlihat di klip video.
"Saya terkejut karena usia mereka yang masih sangat muda yaitu 11 tahun. Kemudian, saya memutuskan untuk menghabiskan satu setengah tahun berikutnya untuk melakukan penelitian," kata Doucouré dalam siaran pers pada Selasa.
Doucouré lantas bertemu dengan ratusan pra-remaja yang menceritakan kisah mereka dan menggali pendapat mereka tentang feminitas mereka sendiri dalam masyarakat saat ini.
"Bagaimana mereka membentuk citra diri mereka di masa di mana media sosial menjadi sangat penting," katanya.
Baca juga: "Cuties", film Netflix yang tuai kontroversi
Baca juga: Netflix terancam diboikot gara-gara film ini
Berdasarkan riset tersebut, ditemukan bahwa saat ini media sosial sangat penting bagi anak-anak pra-remaja tersebut di mana jumlah "likes" dan "followers" menjadi penentu eksistensi.
"Gadis-gadis saat ini melihat bahwa semakin seorang perempuan tampil terlalu seksual di media sosial, semakin dia akan sukses dan anak-anak akan meniru apa yang mereka lihat, mencoba mencapai hasil yang sama tanpa memahami artinya. Hal ini berbahaya," kata dia.
Dalam film "Cuties", gadis-gadis yang tergabung di kelompok tari "Cuties" mencari cinta dengan cara menonjolkan sensualitas melalui perangkat yang diberikan orang dewasa untuk membangun diri mereka sendiri.
Film besutan sutradara yang meraih penghargaan Sundance Film Festival World Cinema Dramatic Jury Award 2020 itu mengisahkan tentang Amy yang berusia sebelas tahun, ibunya Mariam, dan adik-adiknya, baru saja pindah ke sebuah daerah miskin di pinggiran kota Paris, sambil menunggu ayah Amy pulang dari Senegal.
Saat persoalan pernikahan semakin mengganggu Mariam, Amy mulai merasakan beban tanggung jawab keluarga.
Berusaha mencari pelampiasan dari kehidupan rumahnya, Amy mulai tertarik terhadap sebuah kelompok tari perempuan berjiwa bebas dan pemberontak di sekolahnya. Karena ingin merasakan kebebasan dan ketenaran, Amy meyakinkan mereka untuk mengizinkannya bergabung dengan kru dansa yang dijuluki "Cuties".
Ketika mereka mulai berlatih untuk sebuah kontes tari lokal, Amy mendapati dirinya berada di persimpangan antara pendidikan tradisional Muslim yang diperoleh dari keluarganya dan keragaman budaya serta sikap teman-teman barunya di tempat tinggalnya yang baru tersebut.
"Cuties" menampilkan cerita yang menggugah pikiran mengenai sisi bahagia sekaligus rasa sakit yang harus dilewati gadis-gadis muda yang putus asa untuk dapat tumbuh dewasa secepat mungkin di era media sosial. Film ini merupakan debut penyutradaraan film fitur dari penulis naskah dan sutradara Maïmouna Doucouré.
"Sama seperti karakter Amy, saya dibesarkan dalam keluarga poligami. Kami 10 bersaudara perempuan dan laki-laki. Saya memiliki masa kecil yang indah dan pastinya tidak membosankan! Saya suka menggunakan apa yang saya rasakan ketika saya masih kecil untuk menceritakan kisah saya. Dalam film tersebut, Amy bisa merasakan penderitaan ibunya namun ia melihat ibunya tidak melakukan apa-apa," katanya.
Namun Amy menyimpan rasa pemberontakan itu di dalam dirinya sambil percaya bahwa dia dia dapat menemukan kebebasan melalui kelompok penari serta hiperseksualitas mereka.
"Tapi apakah itu yang disebut kemerdekaan yang sesungguhnya?"
Doucouré mengaku benar-benar mencurahkan isi hati dia dalam "Cuties" karena cerita dari film ini merupakan refleksi dari kisah pribadi dia.
"Saya menciptakan ulang diri saya semasa kecil dalam film tersebut," kata dia yang tumbuh dari orangtua berkebangsaan Senegal dan Prancis.
"Saya melihat begitu banyak ketidakadilan di sekitar saya yang dialami wanita dan saya menyimpan semua kemarahan itu di dalam diri saya. Saya tidak berdaya ketika saya masih kecil. Hari ini saya dapat menggunakan suara dan seni saya untuk membagikan visi saya tentang feminitas. Perjuangan saya adalah untuk kebebasan perempuan dalam masyarakat dan juga dalam pikiran kita. Saya percaya bahwa film, dan seni secara umum, dapat mengubah dunia. Mari kita buat suara kita didengar."
Doucouré berpesan agar "Cuties" dinikmati sebagai pengalaman, bukan untuk menilai anak-anak gadis yang ada di film tersebut.
"'Cuties' merupakan film yang sangat feminis dan berisi pesan protes. Kita semua harus bersatu untuk mencari tahu apa yang terbaik untuk anak-anak kita."
Baca juga: Dinilai provokatif, Netflix "take down" poster film "Cuties"
Baca juga: Perbandingan tarif langganan Disney+, Netflix, hingga Viu
Baca juga: Film thriller Korea Selatan "#Alive" terpopuler di dunia versi Netflix
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020