"Kami akan mengklarifikasi kepada pihak-pihak yang diduga terkait," kata Wakil Ketua KPK, Chandra Hamzah di Jakarta, Jumat.
Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto menyempatkan diri untuk memberikan pernyataan resmi tentang polemik penggunaan fasilitas berupa pintu khusus di gedung KPK bagi para terperiksa dalam kasus korupsi.
Sebelumnya wartawan mendapat informasi bahwa Wisnu Subroto turun dari ruang pemeriksaan di gedung KPK menggunakan lift. Menurut informasi, Direktur Penuntutan KPK, Feri Wibisono, berada dalam lift yang sama.
Informasi itu kemudian ditindaklanjuti oleh sejumlah wartawan yang menunggu di pintu depan gedung KPK. Meski mengejar hingga keluar kompleks kantor, para wartawan tidak bisa mewawancarai Wisnu yang telah meninggalkan gedung KPK.
Sejumlah petugas KPK mengatakan, Wisnu diantar oleh Direktur Penuntutan KPK, Feri Wibisono yang juga mantan jaksa.
Pintu khusus yang berada di lantai dasar gedung KPK biasanya hanya digunakan oleh pegawai dan pimpinan KPK. Sedangkan semua saksi atau tersangka yang diperiksa selalu melewati pintu depan, tempat para wartawan menunggu.
Wisnu adalah saksi yang diperiksa oleh KPK untuk perkara percobaan penyuapan dan menghalangi penyidikan kasus korupsi. Kasus itu telah menjerat pengusaha Anggodo Widjojo sebagai tersangka.
Chandra menegaskan, KPK akan melakukan pemeriksaan internal terkait kasus itu. Pada dasarnya dia sepakat bahwa semua orang harus diperlakukan sama di depan hukum.
"Izinkan kami melakukan klarifikasi secara internal," katanya.
Namun, dia mengatakan, KPK memang memiliki kebijakan untuk memberikan kemudahan kepada saksi tertentu yang ingin dilindungi karena memiliki informasi penting dalam pengungkapan suatu kasus korupsi.
Chandra menjelaskan, demi keselamatan saksi dan demi penuntasan kasus, KPK harus memberikan perlindungan.
Chandra dan Bibit tidak bisa memberikan penjelasan kapan pemeriksaan itu akan dilakukan. Mereka hanya menegaskan bahwa kasus itu akan dibahas di rapat pimpinan KPK.
Sebelumnya, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho mengatakan, kasus pemberian fasilitas kepada terperiksa itu masuk kategori pelanggaran kode etik.
"Itu harus dinilai sebagai tindakan melanggar kode etik pegawai KPK sebagaimana diatur dalam Peraturan KPK No 5 P.KPK Tahun 2006 tentang Kode Etik Pegawai," kata Emerson.
Aturan itu melarang setiap pegawai KPK untuk berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan terdakwa, tersangka, dan calon tersangka atau keluarganya atau pihak lainnya yang terkait yang penanganan kasusnya sedang diproses oleh KPK, kecuali oleh pegawai yang melaksanakan tugas karena perintah jabatan.
Bagian lain aturan itu melarang pegawai KPK untuk melakukan kegiatan lainnya dengan pihak-pihak yang secara langsung dan tidak langsung yang patut diduga menimbulkan benturan kepentingan dalam menjalankan tugas, kewenangan, dan posisi sebagai pegawai komisi.
(F008/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010