Kandahar, Afghanistan (ANTARA News/AFP) - Sedikitnya dua orang tewas dan 17 lain cedera Kamis ketika ledakan yang diduga bom mobil bunuh diri terjadi di dekat pusat kota terbesar kedua Afghanistan, Kandahar, kata polisi dan dokter.

Serangan di kota Afghanistan selatan itu terjadi sekitar pukul 20.00 waktu setempat (pukul 22.30 WIB), kata seorang polisi di lokasi kejadian, dengan menambahkan bahwa bom itu meledak sebelum waktunya.

"Sejauh ini kami menemukan dua mayat dan telah memindahkan 17 warga sipil yang cedera ke rumah sakit," kata Mohammad Shah Khan kepada AFP.

Menurut petunjuk awal, itu adalah serangan bom mobil bunuh diri, tambahnya.

"Tampaknya penyerang bom mobil bunuh diri ingin mengemudikan kendaraannya ke jalan utama dan meledak sebelum waktunya," kata polisi itu.

Serangan-serangan bom mobil bunuh diri semakin biasa dilakukan oleh gerilyawan Taliban yang aktif di Afghanistan selatan, khususnya di provinsi Kandahar yang beribukotakan Kandahar, dan provinsi berdekatan Helmand.

Daerah tempat pemboman itu, sebuah kawasan restoran yang populer, sedang ramai oleh orang-orang yang makan malam dan berbelanja.

Mohammad Ibrahim, seorang dokter yang sedang bertugas di rumah sakit utama Kandahar, menyebutkan jumlah korban yang berbeda, "Kami menerima tiga mayat dan 14 orang yang cedera sejauh ini."

Belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu, namun Kandahar merupakan sasaran penting gerilyawan Taliban, yang menjadikan kota itu sebagai ibukota Afghanistan ketika mereka berkuasa pada 1996-2001.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Saat ini terdapat lebih dari 110.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berkekuatan lebih dari 84.000 prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang lebih dari delapan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.

Tahun 2009 tidak saja merupakan masa paling mematikan bagi prajurit, polisi dan warga sipil Afghanistan namun juga bagi pasukan internasional yang memerangi Taliban. Sebagian besar kekerasan terjadi di provinsi-provinsi selatan seperti Kandahar dan Uruzgan.

Presiden AS Barack Obama mengumumkan pada Desember pengiriman 30.000 prajurit tambahan ke Afghanistan untuk bergabung dengan pasukan AS dan ISAF pimpinan NATO yang berada di negara itu untuk memerangi gerilyawan. Negara-negara NATO juga mengirim 7.000 prajurit tambahan ke negara itu.

Delapan tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu 18 bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.(M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010