Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan mempermudah prosedur sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi produk manufaktur sebagai instrumen perlindungan industri dalam negeri dari desakan produk impor.
"Saya ingin untuk SNI tidak (dilakukan) secara business as usual, tidak memakai prosedur yang ada," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat usai menghadiri Raker Kementerian Perindustrian di Jakarta, Kamis.
Hidayat mengemukakan bahwa pihaknya akan menjalin kerjasama dengan balai penelitian swasta dan lembaga penilai agar proses sertifikasi SNI bisa lebih dipercepat.
"Kita akan minta dipetakan segera (kebutuhan SNI) karena SNI ini merupakan tata cara kita untuk melindungi industri dalam negeri," ujarnya.
Sekarang Indonesia baru memiliki 43 SNI yang diberlakukan secara wajib, sementara masih ada sekitar 40 SNI lainnya yang masih dalam tahap notifikasi ke WTO.
Sebelumnya dalam sebuah diskusi tentang ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), Ketua Umum Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Fazwar Bujang mengatakan, selama ini proses sertifikasi SNI untuk produk dalam negeri lebih sulit dibanding produk impor.
"SNI untuk barang impor lebih cepat dari pada barang dalam negeri, karena LS Pro-nya (Lembaga Sertifikasi Produk) bisa dikasih SPJ (Surat Perintah jalan) ke luar negeri, SNI dalam negeri lebih susah (sertifikasinya)," ujar Fazwar.
Ia meminta pemerintah membuat prosedur sertifikasi yang jelas dan cepat sehingga tujuan SNI melindungi kepentingan Indonesia bisa tercapai.
Fazwar mengakui penerapan SNI produk manufaktur memang tidak mudah dilakukan mengingat setiap industri memiliki masalah yang unik.
"Ada pabrik yang tidak mau pakai SNI karena (prosesnya) susah dan lebih mahal biayanya, selain itu jadi tidak bisa bersaing (produknya). Di sini pemerintah bisa berperan," ujarnya.
(E014/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010