Pekanbaru (ANTARA) - Marni (23) harus menahan sesak di dada, terhimpit depresi sesaat ia dideteksi telah terpapar COVID-19. Mau menangis sepertinya air matanya tidak akan bisa keluar, apalagi menangis pun tidak akan bisa mengubah keadaan dirinya yang sudah terpapar virus mematikan itu.
Awalnya, saat terpapar COVID-19, Marni (nama samaran, red) sama sekali tidak merasakan gejala apapun, dan ia disarankan untuk isolasi di rumah saja.
“Isolasi di rumah saja karena tidak ada gejala apapun dan awalnya, Senin aku dites usap, Selasa terasa demam tapi cuma satu hari, Rabu udah lebih baik. Pada Rabu itu juga hasil tes usap saya keluar, saat itu langsung dikontak atasan untuk disuruh pulang karena hasilnya positif,” kata Marni.
Dia kembali mengisahkan dirinya pada hari keenam saat menjalani isolasi di rumah saja, dan saat itu pun mulai merasakan tidak bisa mencium bau, batuk dan susah bernafas. Ia langsung menghubungi dokter dan langsung di rujuk ke RSD Madani Kota Pekanbaru.
Di rumah sakit itu, Marni langsung diberi penanganan saturasi oksigen (SO2), sering disebut sebagai "SATS", untuk mengukur persentase oksigen yang diikat oleh hemoglobin di dalam aliran darah dan fungsinya juga untuk mengetahui kebutuhan oksigen di tubuh cukup atau tidak, bisa jadi oksigen di dalam tubuh tidak sampai ke otak, dan hal itulah yang dapat menyebabkan pasien COVID-19 pingsan hingga meninggal.
Selain itu, ia juga dirontgen paru-paru, cek darah untuk mengetahui ada virus atau penyakit lain selain COVID-19 dan juga tes usap ulang.
“Tes usap ulang perlu dilakukan untuk memastikan apakah sudah negatif selama tujuh hari isolasi mandiri di kos, setelah itu dokter mengajukan untuk dirawat atau diisolasi di rumah sakit karena hasil cek oksigen menunjukkan oksigen dalam tubuh aku tidak cukup dan langsung diberikan penangan oksigen," katanya dengan suara bergetar menahan kesedihan.
Hasil rontgen di paru-paru ternyata memang ada infeksi, memang si COVID-19 itu tadi, ada lendir dan dokter juga memberi obat-obatan untuk itu.
Baca juga: Pemkot Pekanbaru rekrut 185 tenaga kontrak tangani COVID-19
Baca juga: Pekanbaru alami ledakan kasus COVID-19 mencapai 114 orang
Jangan anggap remeh
Saat di isolasi di rumah sakit, Marni merasakan gejala baru di tubuhnya, dadanya menjadi sesak dan kulitnya gatal-gatal hingga meninggalkan bekas merah, berikutnya ia pun diberi vitamin dan injeksi obat-obatan untuk mengurangi virusnya.
Setelah 14 hari diisolasi di RSD Madani Kota Pekanbaru, dan sudah tes usap kelima atau terakhir hasilnya dirinya dinyatakan sudah negatif COVID-19 dan diperbolehkan untuk pulang tetapi tetap isolasi mandiri selama 14 hari di rumah.
"Sepertinya saya harus tetap disiplin dan tidak bisa meremehkan lagi virus yang mengerikan ini, karena berawal dari mengabaikan protokol kesehatan, jaga jarak fisik aman, hindari keramaian, cuci tangan dengan hand sanitizer, bersihkan badan, ganti pakaian setelah ke luar rumah, dan memakai masker, agar tidak terpapar COVID-19 lagi," katanya.
Menurut Direktur Utama RSD Madani, Dr Mulyadi, untuk penyediaan obat-obatan pasien COVID-19 dibantu oleh Pemrov Riau, Kemenkes RI, dan dari APBD Kota Pekanbaru, sesuai dengan gejala yang dialami oleh pasien positif COVID-19 dan standarisasi yang diarahkan Kementerian Kesehatan RI.
"Penanganan pasien positif COVID-19 sesuai pedoman dari Kemenkes RI, seperti penanganan di rumah, di rumah sakit yang didukung sarana dan prasarana memadai, sesuai dengan standar perawatan pasien rawat inap, seperti tempat tidur, ruang isolasi, oksigen, dan lainnya," katanya.
Pengelola RSD Madani, berencana menambah 12 ruang isolasi di rumah sakit yang dikelola pemerintah kota itu sehingga total ruang isolasi pun bertambah menjadi 36 ruang, karena kasus COVID-19 cenderung naik dan dari 36 itu pada tahap berikutnya akan dijadikan 70 ruang isolasi.
Baca juga: Pekanbaru butuh tambahan tenaga kesehatan tangani COVID-19
Baca juga: Kurikulum darurat bagi siswa saat pandemi diberlakukan di Pekanbaru
Isolasi Rumah Sehat
Sementara itu tercatat di ppc-19.pekanbaru.go.id per 14 September 2020, total Orang Dalam Pemantauan (ODP) sebanyak 1.980, Pasien Dalam Pemantauan (PDP) sebanyak 145 dan pasien positif COVID-19 yang dirawat sebanyak 978 pasien.
Selain itu, Pemerintah Kota Pekanbaru membuat kebijakan baru untuk pasien positif COVID-19 tanpa gejala di Kota Pekanbaru harus menjalani isolasi di rumah sehat Rusunawa Rejosari, Kota Pekanbaru.
"Pasien positif tanpa gejala saat isolasi mandiri di rumah tidak terpantau, seharusnya menjalani isolasi di rumah sehat karena berada dalam pantauan petugas kesehatan," kata Wali Kota Pekanbaru, Firdaus.
Kebijakan ini seiring arahan Pemerintah Provinsi Riau yang menetapkan bahwa pasien positif tanpa gejala menjalani isolasi di Rusunawa Rejosari, dan pasien tersebut sudah mulai menjalani perawatan sejak tiga pekan lalu. Tujuannya mengurangi beban masyarakat, khususnya masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah yang menjadi pasien positif
Tenaga kesehatan yang disiagakan untuk menangani pasien OTG tersebut, menurut Pelaksana Tugas Harian, Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Kota Pekanbaru Zaini Rizaldy, sebanyak dua orang untuk pagi, dan malam dua orang, serta sore dua orang.
Mereka bertugas merawat pasien, memeriksa kesehatan, dan kalau ada keluhan dari OTG dan membantu membuat rujukan.
"Rusunawa Rejosari dilengkapi 360 unit tempat tidur dan ruang perawatan, dan isolasi bagi pasien positif COVID-19," kata Zaini Rizaldy.
Tujuannya mengurangi penularan COVID-19 karena virus Corona mudah menyebar dan dapat menyebabkan gejala berat dan berakibat fatal.*
Baca juga: Pekanbaru penyumbang pasien COVID-19 terbanyak di Riau
Baca juga: Riau gunakan Rusunawa untuk rawat pasien COVID-19
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020