Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Taiwan melalui Kantor Dagang dan Ekonomi Taiwan (TETO) di Jakarta menyampaikan komitmennya untuk melindungi para anak buah kapal (ABK) asing yang bekerja untuk kapal Taiwan.
Hal itu disampaikan untuk menanggapi mengenai laporan media mengenai ketidakpuasan ABK indonesia yang bekerja pada kapal ikan Taiwan.
Demi menjamin hak pekerja nelayan asing, pemerintah Taiwan sudah menetapkan tata cara perizinan dan manajemen nelayan asing yang bekerja di luar perairan Taiwan, demikian disampaikan dalam keterangan tertulis dari TETO yang diterima di Jakarta, Senin.
Pemerintah Taiwan menetapkan bahwa pemilik kapal dan pelaut wajib menandatangani perjanjian yang jelas mengatur hak pelaut asing, di mana dijamin pembayaran upah minimum nelayan asing adalah 450 dolar Amerika (sekitar Rp6.700.000) serta pemberian asuransi kesehatan dan kematian.
Baca juga: Pemerintah masih cari 21 WNI di kapal Taiwan yang hilang di Falkland
Baca juga: 81 ABK di Taiwan diperlakukan tidak manusiawi
Kapal ikan Taiwan menerapkan sistem bonus untuk ABK yang memiliki pengalaman serta kemampuan lebih sehingga bisa mendapatkan gaji yang lebih tinggi.
Namun, sistem itu juga memungkinkan adanya perselisihan karena eksploitasi waktu kerja yang berlebihan.
Sejauh ini, menurut pihak TETO, telah masuk 120 laporan kasus permasalahan upah ABK asing dari Indonesia di kapal ikan Taiwan.
Setelah ditelusuri, ditemukan bahwa kebanyakan kasus adalah perselisihan gaji dan waktu kerja yang berlebihan berdasarkan undang-undang Taiwan. Setelah melalui pemeriksaan, orang-orang yang melanggar akan diberikan sanksi keras atau dihukum.
Misalnya, pada 16 Maret 2020, Kapal Taiwan Jin Hsing Chi No.3 terbukti melakukan kecurangan melalui agen dengan menahan gaji satu orang pelaut asing senilai 100 dolar AS (sekitar Rp1.490.000) setiap bulan dan tidak membayarkan secara penuh gaji sesuai perjanjian.
Untuk itu, pemerintah Taiwan menghukum lembaga agen dengan sanksi denda sebesar satu juta dolar Taiwan atau senilai Rp450 juta.
Selain itu, pihak berwajib yang mengelola industri perikanan Taiwan mendirikan jalur khusus penanganan keluhan, dan secara berkala melakukan investigasi. Segera setelah ditemukan pelanggaran aturan dan hak para nelayan, penegakan hukum dijalankan terhadap pemilik kapal atau petugas.
Saat ini Taiwan mencatat sebanyak 12.983 orang ABK Indonesia, yang dua-pertiganya direkrut agen di negara ketiga, di mana cara ini sangat rentan terhadap praktik eksploitasi ABK.
Oleh karena itu, Taiwan telah membangun lembaga perizinan terintegrasi untuk menjamin tanggung jawab dan sistem evaluasi serta mendukung peningkatan kualitas pelayanan agen.
Sementara itu, pemerintah Indonesia setiap bulan akan memperbaharui daftar pelaut asing dari Indonesia, sehingga pada saat yang sama kedua belah pihak menjamin struktur pertahanan bisnis perikanan.
Menurut TETO, secara umum hubungan nelayan Indonesia dan pemilik kapal ikan Taiwan harmonis dan saling membantu, dan pemerintah Taiwan juga sangat melindungi hak nelayan asing, sehingga hanya terjadi sedikit sekali sengketa hak pekerja asing.
Sejak penetapan tata cara perizinan dan manajemen nelayan asing yang bekerja di luar perairan Taiwan, nelayan asing memperoleh perlindungan yang efektif, sehingga kasus pelanggaran dapat berkurang.
Pemerintah Taiwan juga berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan Indonesia, bersama-sama mempromosikan manajemen kapal ikan yang baik dan perlindungan hak para nelayan.
Selanjutnya, Pemerintah Taiwan menyediakan jalur aduan untuk ABK Indonesia yang merasa diperlakukan tidak adil, yaitu pada nomor +886-2-8073-3141 untuk petugas yang berwenang di Taiwan dan nomor +62-21-515-3939 untuk kantor perwakilan Taiwan di Indonesia.
Baca juga: KDEI Taipei fasilitasi pemulangan tiga jenazah ABK
Baca juga: Kemlu upayakan pemulangan jenazah ABK dari Taiwan
Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020